3. BELAJAR DARI PENGALAMAN GERAKAN MAHASISWA DAN PEMIKIR
Gejolak ketidak puasan, yang menginginkan perubahan dengan cepat, yang tidak mungkin kita capai, siapapun dia. Tapi gelombang perubahan tidak dapat dibendung yang selalu dimotori oleh MAHASISWA yang telah menunjukkan hasil perubahan berbentuk tumbangnya kekuasaan orde lama yang melahirkan orde baru, sekali lagi tidak ada perubahan mindset untuk keluar dari ketidak mampuan meninggalkan kepentingan individu dan kelompok yang memliki dampak yang luas lagi sampai tahun 1995.
Begitulah kenyataan yang kita hadapi harus gelombang ketidak kepercayaan bergulir dengan kekuatan mahasiswa sebagai penggerak ketidak puasan disana sini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kekuatan MAHASISWA harus ditafsirkan dari haruf menjadi kata kedalam untaian kalimat, artinya kata MAHASISWA terdiri dari (M)anusia ; (A)mbisi ; (H)ati) ; (A)kal ; (S)ehat ; (I)ntelektual ; (S)asaran ; (W)awasan ; (A)ngkatan.
Jadi MAHASISWA adalah (M)anusia yang memiliki (A)mbisi yang digerakkan oleh cahaya mata (H)ati dengan keputusan (A)kal yang (S)ehat dengan landasan (I)nteletual sebagai (S)arana untuk menumbuh kembangkan (W)awasan ke dalam (A)ngkatan penggerak dalam pembaharuan dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu, MAHASISWA sebagai angkatan penggerak dalam revolusi berpikir, maka apakah tidak ada arti pengalaman untuk mengajarkan perubahan tingkat kesadaran kepemimpinan dari masa lalu ke masa kini menuju ke masa depan dimana letak kesenjangan itu terjadi. Kesenjangan itu terus bergulir seperti hidup ini dikejar bayangan ketidak pastian dari seluruh aspek kehidupan.
Kalau begitu keadaannya, apakah kita menyadari pentingnya meletakkan landasan dalam revolusi berpikir, agar kita mampu menyesuaikan dengan tuntutan perubahan itu sendiri. Dengan kondisi itu, dari mana kita memulai-nya ? Apakah perlu kita mengungkit semua penyakit yang timbul karena sikap dan perilaku individu dan kelompok yang telah menyebabkan ketidak mampuan kita untuk tumbuh dan berkembang.
Mampukah kita bajar dari pengalaman masa lampau dan masa kini untuk menangkap perubahan berpikir menuju ke masa depan. Masih perlu kita pertanyakan kepada diri kita masing-masing, tapi ada bukti bahwa kekuasaan dapat mempengaruhi kesadaran seseorang bisa merubah mempengaruhi perubahan dari kesadaran tauhid (paling tinggi), berubah mejadi kesadaran spiritual (tingkat ketiga), berubah menjadi kesadaran rasional / ilimiah (tingkat kedua) dan akhirnya terbentuk menjadi kesadaran inderawi (tingkat pertama / terendah).
Begitulah perjalanan hidup ini, ternyata yang diutamakan kepentingan pribadi dan kelompok sangat sulit menangkap perubahan apa yang sedang bergerak, sehingga ucapan tidak sama dengan perbuatan yang menggambarkan jiwa dengan topeng kepalsuan.
4. MENYAMAKAN POLA PIKIR
Bertitik tolak dari pemikiran diatas, maka diperlukan satu pendekatan agar terwujud kebersamaan dalam memandang masa depan agar dapat memberikan daya dorong bagi semua pihak yang dapat memberikan sumbangan pemikiran agar wujud berbangsa dan bernegara dapat kita realisasikan dari kehidupan masa kini ke masa depan melalui perubahan berpikir secara radikal dalam memecahkan masalah-masalah yang kita hadapi.
Pendekatan yang dipergunakan adalah melaksanakan demokrasi dan manusia dalam pemahaman secara utuh. Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka apa yang telah kita ungkapkan diatas agar kita dapat memahami untuk melaksanakan pendekatan tersebut dengan tujuan :
- Memberikan peluang untuk kita bisa bertukar pikiran tentang pe menyatukan kesamaan visi dalam bersikap dan misi dalam berperilaku.
- Menyatukan kesamaan pandangan dalam merumuskan masalah yang kita hadapi terhadap pelaksanaan demokrasi dan manusia secara utuh.
- Mengembangkan kebersamaan dalam komitmen untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan berbangsa dan bernegara.
- Merumuskan pemikiran pemecahan untuk tumbuh dan berkembang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kalaulah kita sependapat dengan pemikiran diatas, maka harapan dalam persfektif untuk memecahkan kesenjangan model berpikir masa lampau menuju ke model berpikir ke masa baru, kita harus pertama-tama meyakinkan diri sendiri bahwa kita bisa berubah sesuai dengan tuntutan perubahan yang kita kehendaki bersama.
Tanpa niat dengan keinginan yang ikhlas tidak mungkin kita dapat menemukan titik pandang yang sama untuk mewujudkan cita-cita yang termuat dalam mukadimah UUD 1945.
Bertitik tolak dari hal-hal yang kita kemukakan diatas, marilah kita secara terbuka untuk mengungkapkan jalan pikiran kita sehingga kita mampu berpikir untuk menyatukan pandangan yang sama bagaimana sebaiknya sikap dan perilaku individu dan kelompok mencari bentuk dalam memanfaatkan demokrasi dan manusia seutuhnya.
Dari jejak perjalanan maka perjuangan mahasiswa dari orde lama ke orde baru ke orde reformasi terkesan suatu perjuangan yang berlatar belakang situasi yang menimbulkan masalah ketidak puasan dari para pelaku peran dalam lembaga eksekutif, legislatif dan judikatif serta pelaku ekonomi tidak mampu merubah pola pikir yang berlandaskan kesadaran inderawi yang mendewakan materialisme dalam kehiupan.
Keadaan tersebut mendorong Negara dan bangsa Indonesia tidak bisa keluar dari daur hidup yang terpuruk yang disebut dengan masalah yang komplek dan penyakit yang kita sebut dengan „KEMISKINAN“ dan situasi tersebut yang dikehendaki pihak ketiga agar Negara dan Bangsa Indonsia dengan berpenduk hamper 90 % memeluk Agama Islam dianggap menjadi pendobrak dunia masa depan.
Kenyataan tersebut terus berlangsung dimana angkatan muda dan mahasiswa diadu domba dengan angkatan tua dan tak jarang pula tokoh Islam juga terlibat.
Untuk menambah wawasan Bacalah buku Islam Demokrasi Atas Bawah, polomik strategi perjuangan ummat model Gus Dur dan Amien Rais ; Fakta Diskrimansi Rezim Soehato terhadap Ummat Islam. Begitu juga buku-buku dermokrasi banyak ditulis Seperti Soekarno, Hatta, Gus Dur Amin Rais, Mochtar Lubis, Soedjatmoko, dan sebagainya.
Tak jarang pula memberi arti tersendiri bila membaca seperti “Dibawah bendera oposisi, pembelaan alhilal dalam perkara mahasiswa Indonesia di pengadilan Negeri kelas 1 Bandung” ; Hati Nurani Seorang Demonstran, Hariman Siregar” ; Jalur Baru Sesudah runtuhnya ekonomi terpimpin ; “Opini Masyarakat, Reformasi Kehidupan Negara” Menggugat masa lalu, menggagas masa depan ekonomi Indonesia “ Dialog Indonesia kini dan esok” Menuju masyarakat baru Indonesia, antisipasi terhadap tantangan abad XXI “ Membangun Indonesia Baru “ Kapan Badai Akan Berlalu” dan banyak lagi buku-buku seperti untuk membangun inspirasi.
Lihat pula pada kenyataan setelah Mantan Presiden Soeharto wafat, fihak ketiga sangat mudah sekali mengadu dombakan fihak-pihak yang pro dan kontra sehingga kita terjerat kepada bukan mencari pemecahan masalah tapi menimbulkan masalah baru, biarlah situasi berjalan sebagai mana mestinya, tapi dibalik itu marilah menyusun dan mencurahkan pikiran serta energi kita untuk melihat kemasa depan kedalam satu konsep pemahaman demokrasi seabagai sistem yang hendak ditegakkan, aplikasi konsep dari sub-sistemnya dan menuangkan kedalam GBHN yang akan menjadi bagi calon pemimpin nasional yang terpilih.
Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) haruslah di pandang sebagai suatu konsep Manajemen Persfektif artinya ada sesuatu yang ingin kita ungkapkan mengenai “apa yang harus dilakukan dan mengapa, bagaimana melaksanakan, dan keinginan mau melakukan.
Rangkaian konsep tersebut merupakan kebutuhan bagi setiap pemimpin masa depan untuk menggerakkan kemampuan berpikir dalam kerangka persfektif dari hasil analisis strategis yang yang dituangkan dalam apa yang kita sebut GBHN.
Jadi GBHN dalam pandangan manajemen persfektif adalah haluan negara sebagai pedoman untuk menyusun rencana pembangunan lima tahunan berdasarkan persfektif 25 tahun kedepan dengan mendapatkan persetujuan setiap lima tahun dari MPRRI melalui DPRRI
Dengan merumuskan GBHN dalam persfektif 25 tahun akan terjadi rencana yang berkesinambungan dengan maksud dan tujuan sebagai brikut :
- Adanya pedoman yang dapat dipergunakan untuk menyusun rencana lima tahun kedalam GBHN.
- Terwujudnya kesinambungan dalam pembangunan berdasarkan arah yang telah ditetapkan.
- Dalam kehidupan demokrasi bahwa kepemimpinan nasional hanya berlaku dalam dua kali jabatan, sehingga harus tetap dipertahankan dalam pencapaian tujuan pembangunan.
- Setiap masa jabatan dalam kemimpinan nasional yang terpilih, ditetapkan ukuran-ukuran keberhasilan berdasarkan GBHN