Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Membangun Akhlak Bag.III’ Category

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

54. MENAHAN DIRI (dari kekejian)

55. MERENDAHKAN DIRI

56. MUSIBAH

57. MARAH

58. MENCELA / MEMAKI

59 MELEBIHI YANG PATUT

60. MABUK

61. MUBADZIR / ROYAL

62. MEMELACURKAN

63. MEMBERI GELAR

64. MENCURI

65. MASA TUA

66. NAFSU SEKSUAL

67. NIAT

KATA PENGANTAR

Pada Bag. I mengungkapkan Kata A-J dan Bag. II mengungkapkan kata K, dengan memanfaatkan pendekatan 7 M (Membaca, menterjemahkam, Meneliti, Mengkaji, Menghayati, Memaghami, Mengamalkan), maka ada kekuatan kebiasaan pikiran untuk terus mengetuk dinding jiwa, sebagai alat untuk menemukan jati diri.

Belajar dari pengalaman diatas, maka pada Bag. III, diungkapkan kata M dan N, agar jiwa ini memberikan satu kekuatan agar dapat memberikan cahaya yang berkelanjutan kedalam HATI.

Dengan hati yang selalu disinari cahaya kebesaran Allah Swt, maka disitu terletak kekuatan pikiran yang menuntun menjadi kebiasaan dalam menuntun sikap dan perilaku yang sejalan dengan kekuatan ISLAM dan IMAN kita yakini.

Oleh karena itu, kembangkan secara berkelanjutan usaha-usaha untuk meningkatkan kedewasaan berpikir sepanjang perjalanan hidup kita, maka disitu pula terletak kekuatan-kekuatan yang akan mempengaruhi seberapa jauh kita mampu menemukan jati diri yang berlandaskan kekuatan akhlak.

Sejalan dengan pikiran diatas, maka dengan kebiasaan  dengan kedewasaan berpikir dalam rohaniah, sosial, emosional dan intelektual akan menjadi dorongan yang kuat untuk kita bisa berubah dalam bersikap dan berperilaku.

Jadi dengan memahami makna kata M dan N membrikan daya dorong yang kuat sebagai benih-benih pikiran untuk menuntun kepribadian kita yang berlandaskan akhlak.

54. MENAHAN DIRI (dari kekejian)

Benih pikiran yang kita sebut dengan „Menahan Diri“ merupakan satu kekuatan pikiran yang dapat mempengaruhi kedalam usaha-usaha meningkatkan kedewasaan berpikir emosional untuk mengetuk dinding jiwa.

Dengan kedewaan berpikir itu perlu ditumbuh kembangkan kekuatan menahan diri yang terkait dengan kekejian, maka disitu terletak kekuatan kebiasaan yang mampu menuntun kepribadian.

Sejalan dengan pikiran diatas tingkatkan kedewasaan rohaniah dengan mendalami makna yang terkandung dalam surat dan ayat yang disebut dibawah ini :

QS. 23 :1“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,

QS. 23 :  3 „dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,

QS. 24 : 60“ Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

QS. 25 : 72“ Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.

QS. 25 : 75“ Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya,

KESIMPULAN

Dengan memahami, menghayati dan mengamalkan benih jiwa yang kita sebut „MENAHAN DIRI“ (dari kekejian) diharapkan terdapat satu kekuatan yang mendorong keinginan meningkatkan kedewasaan berpikir rohaniah yang terkait dengan :

  • Sifat yang menjadikan orang-orang mu’mim beruntung
  • Pedoman pergaulan dalam rumah tangga
  • Sifat-sifat hamba Allah yang mendapat kemuliaan.

Sejalan dengan pikiran diatas, maka pengaruhnya akan mampu mendorong kedewasaan emosional yang dimainkan dalam peran setiap manusia. Oleh karena itu tumbuh kembangkan kekuatan kebiasaan dalam kedewasaan berpikir, dengan begitu sikap dan perilaku ini akan selalu tertuntun olehnya.

55. MERENDAHKAN DIRI

Salah satu kekuatan untuk meningkatkan kedewasaan berpikir adalah selalu mengingat dalam jiwa bahwa orang yang berbudi tinggi selalu berpedoman pada keadilan dan selalu berusaha untuk menjalankan kewajibannya, oleh karena itu dimaksudkan “merendahkan diri” bukanlah satu ungkapan sikap dan perilaku dalam proses berbikir yang bersifat negatif.

Sejalan dengan pikiran diatas, maka untuk menuntun jalan pikiran kita, renungkapn surat dan ayat dibawah ini :

QS. 24 : 30“ Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.

QS. 25 : 63“ Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.

QS. 31 : 18“ Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

KESIMPULAN

Dengan mendalami apa-apa yang terungkap dalam surat dan ayat diatas maka untuk menjalankan  ketaatan dalam bersikap dan berperilaku untuk menuntun kita dalam mengamalkan makna :

  • Pedoman pergaulan antara laki-laki dan wanita yang bukan „mahram“
  • Sifat-sifat hamba allah yang mendapat kemuliaan
  • Nasehat Luqman kepada anaknya

Berpegang kepada kemampuan kita mengamalkan hal-hal yang kita sebutkan diatas, diharapkan menjadi satu kekuatan kedewasaan berpikir dalam menuntun membangun  akhlak melalui kekuatan merendahkan diri.

Jadi ungkapan “merendah diri” tidak sama dengan “rendah diri” sebagai satu penyakit  bagi oarang-orang yang tidak berbudi oleh karena itu ingat pula bahwa ketaatan menuntun manusia yang berbudi tinggi da oleh karena itu tidak heran ia bersikap dan berperilaku sebagai orang di belakang layar tetapi sebenarnya ia ada di tempat yang paling depan.

 

 

Read Full Post »