MEMBANGUN BANGSA DAN NEGARA BERBASISKAN SISTEM KETERBUKAAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
1. PENDAHULUAN
2. SUATU ILUSTRASI DENGAN KEINGINAN PERUBAHAN
3. KEPUTUSAN STRATEGIK DALAM SISTEM KETERBUKAAN
4. KEBIJAKSANAAN BUDAYA BERBANGSA DAN BERNEGARA
5. KEBIJAKSANAAN DALAM MENGELOLA ORGANSASI
YANG TERBUKA
6. KEBIJAKSANAAN DALAM MENGELOLA PERAN
KEPEMIMPINAN YANG TERBUKA
7. KEBIJAKSANAAN DALAM MENGELOLA PERAN
MANUSIA TERBUKA
8. PENUTUP
LAMPIRAN – LAMPIRAN :
- 1. Lampiran Sistem Keterbukaan
- 2. Lampiran Model Kepemimpinan
- 3. Lampiran Model Organisasi Terbuka Berbasis Pengetahuan
- 4. Lampiran Rancangan Undang-Undang Berbudaya, Berbangsa Dan Bernegara
KATA PNGANTAR
Sejenak kita merenungkan adanya keinginan untuk menempuh apa yang kita mimpikan dalam „memulai hidup baru“ yang sejalan dengan tulisan pertama „meretas kesenjangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia“ ; tulisan kedua „reformasi menuntaskan kemiskinan dalam persfektif 2025“ dan buku ketiga „ mendewasakan akhlak dalam kepemimpinan sebagai penguasa“, maka ada kecemasan jangan menjadi racun kehidupan, sehingga mendorong bagi GMBI, menjadikan kecemasan sebagai kekuatan untuk mengamalkan kekuatan moral sebagai cetusan gelombang kegelisahan dalam mewujudkan mimpi.
Oleh karena itu renungkan kembali Allah berfiman dalam hadis qudsi : „Wahai manusia, setiap kali engkau meminta kepada-Ku dan mengharap dari-Ku, maka aku ampunkan bagimu apa yang telah lalu dan Aku tidak peduli besar dan banyaknya dosamu.
Wahai manusia, seandainya dosa-dosamu setinggi langit, kemudian engkau meminta amapu kepada-Ku, maka Alku akan mengampunimu.
Wahai manusia seandanya engkau datang kepadaKu dengan membawa setumpuk dosa sebesar bumi kemudian engkau bejumpa dengan-Ku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, maka Aku akan memberimu ampunan sebesar bumi pula (Hr.Turmudzi)
Jadi merupakan begian kewajiban GMBi untuk mengamlakan ilmu yang dimiliki untuk tidak ada gunanya menangisi yang telah berlalu, tetapi menyenangkan perasaan menumbuhkan sikap optimisme dapat meyakinkan diri untuk tak menyerah dan berhent dalam mengejar harapan diri. Karena harus diingat, bahwa segala sesuatu harus dapat diperoleh dengan perjuangan berkeringat. Disertai dengan ketekunan yang kuat dan semangat tahan uji yang tidak mudah padam.
Ketua Umum DPP LSM GMBI, Muhamad Fauzan Rachman SE dituntun oleh tiga pegangan buat aktivis dan atau anggauta GMBI
- Bahagia dan sa’adah hanya akan dirasakan ole orang yang membela keyakinan, kebnaran dan keadilan.
- Kemenangan dan kejayaan hakiki akan diberikan kepada para pejuang yang rela berkorban, kuat menahan penderitaan dan kepapaan.
- Tegaklah dengan keyakinan dan perjuangan karena makna dan guna hidup terletak pada keyakinan dan perjuangan.
Sejalan dengan tiga pegangan, maka sikap dan perilaku dituntun pula oleh ikrar janji aktivis-anggota LSM GERAKAN MASYARAKAT BAWAH INDONESIA. Kesemuanya termuat dalam „Buku Panduan“
Untuk menjadikan kecemasan sebagai kekuatan yang diperankan oleh LSM GMBI, dalam menggelorakan perubahan pola pikir secara radikal ini, diperlukan dukungan semua pihak yang memiliki kepentingan yang sama dalam mewujudkan dalam buku keempat ini „Membangun Bangsa Dan Negara Berbasiskan Sitem Keterbukaan“
Sejalan dengn hal-hal yang diutarakan diatas, maka usaha membangun kerjasama membuat impian menjadi kenyataan, memelukan satu kekuatan pikiran yang mampu mendorong daya kemauan untuk mengingatkan tentang hikmah bahwa „Biarkanlah hari-hari berbuat sesukanya. Tenangkanlah dirimu bila takdir telah menetap. Jangan sedih dengan cobaan dunia. Cobaan dunia tiada yang kekal abadi.“
Oleh karena itu, bangunlah suatu tim menjadikan kita lebih baik daripada yang sesungguhnya ; bayangkan dengan tim melipat gandakan nilai kita bagi sesama ; jadikanlah tim membantu kita memenuhi hasrat hati kita, maka disitulah terletak keinginan kita dalam „Memulai Hidup Baru“
Bandung, 15 Pebruari 201
1. PENDAHULUAN
Daur hidup Negara Indonesia berada dalam posisi yang sangat kritis yang memasuki “Masa Ketuaan Birokrasi Menuju Kehancuran”, namun peluang untuk bangkit ke masa depan dalam usaha merubah dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia sangat ditentukan daya kemauan yang kuat dari bangsa Indonesia sendiri dengan keinginan berdasarkat niat yang ikhlas oleh pemain peran legislatif, yudikatif, eksekutif dan pemain peran non-formal.
Oleh karena itu, renungkanlah oleh pemain peran bahwa Keikhlasan merupakan hakikat Islam itu sendiri, karena Islam berarti penyerahan diri kepada Allah, bukan kepada yang lainnya, sebagaimana dalam firman Allah Swt., QS. 39 : 29” Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”
Barangsiapa yang tidak menyerahkan dirinya kpada Allah, berarti ia telah sombong. Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, tetapi juga kepada makhluk lainnya, maka ia telah musyrik. Dan setiap kesombongan dan kemusyrikan itu bertentangan dengan islam, islam anti kemusyrikan dan kesombongan.
Jadi pemain peran, ingatlah ungkapan seperti “Jangan melihat baju yang dipakai oleh seseorang, Bila kamu hendak mengetahinya, maka lihatlah tingkah lakunya ; Dan kayu kalau belum menyebarkan semerbak wanginya berarti manusia blum memisahkan antara kayu gahara itu dengan kayu lainnya”
Dengan demikian gambaran situasi yang menunjukkan daur hidup Negara Indonesia telah memasuki masa ketuaan birokrasi menuju kehancuran, maka gerakkan kekuatan ingatan dalam berpikir untuk “Belajarlah pada Matahari, Ia tidak peduli berapa kali harus terbenam untuk terbit kembali. Baginya adalahtakdir untuk senantiasa mengabdi dan melayani-Nya”
Bertolak dari dari suatu gambaran manusia itu dilihat akhlaknya bukan pakaiannya, maka kita harus bisa mencari akar masalah yang terkait dengan situasi posisi bangsa dan negara Indonesia saat ini, maka disitu terletak jawaban atas masalah kritis ini yang kita sebut dengan sulitnya “Membangun Kebiasaan Sistem Keterbukaan”
Saat ini kita sering mendengar apa yang diucapkan oleh pemain peran formal, mengungkapkan pikiran-pikiran yang terkait dengan”Keterbukaan” bahkan dalam pemerintahan R.I. ada ketentuan-ketentuan tertulis yang dituangkan dalam Undang-undang dan Keputusan Presiden, tapi mengapa kekuatan keterbukaan tidak mampu mmecahkan masalah karena dibangun tidak berdasarkan suatu sistem yang tidak mampu menyelesaikan hal-hal yang terkait dengan kepentingan, oleh karena itu dampaknya dimana KKN menjadi subur pada semua tingkatan.
Untuk mengelola keseimbangan kepentingan, maka dibangun kedalam Sistem Keterbukaan dengan sub-sistem yang saling terkait yaitu
- Sub Sistem Keterbukaan Dalam Organisasi
- Sub Sistem Keterbukaan Dalam Kepemimpinan
- Sub Sistem Keterbukaan Dalam Sumber daya Manusia
- Sub Sistem Keterbukaan Dalam Berbudaya
Pendekatan sistem yang hendak dibangun, haruslah dilandaskan pemikiran dari hasil keputusan strategik untuk membangun Sistem Keterbukaan yang menyangkut VISI, MISI, TUJUAN, BUDAYA, STRATEGI. Sebagai panduan untuk melangkah dalam merumuskan hal – hal yang terkait sebagai penjabaran lebih lanjut dari pemikiran rencana jangka panjang menjadi rencana jangka menengah dan pedek.
Jadi dengan merumuskan keputusan strategik diharapkan peran pelaku dalam melaksanakan perubahan menjadi pedoman untuk merumuskan langkah-langkah tindakan kedalamketentuan dalam Kebijaksaan dan Progr
2. SUATU ILUSTRASI DENGAN KEINGINAN PERUBAHAN
Siapa yang tidak kenal dengan Surya Paloh yang menginginkan perubahan yang sangat mendasar dalam tubuh Golkar, namun gagasannya tidak begitu mendapat perhatian bahkan gagasannya mendapat tantangan dikalangan pimpinan golkar yang banyak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi sehingga warga lebih menginginkan status quo.
Oleh karena itu agar gagasannya tidak putus menjadi impian, maka dengan keberbersamaan beberapa fungsionaris golkar termasuk Sultan Hamengku Buwono X (baca juga buku Merajut Kembali Keindonesian Kita) maka mereka mendirikan NASDEM (lsm) untuk mewujudkan impian mereka dalam melakukan perubahan yang berkelanjutan.
Pandangan Surya Paloh dengan keputusan strategik mendirikan NASDEM sebagai media untuk membangun pembelajaran demokrasi, politik dan kekuasaan didukung oleh pengusaha, tetapi mereka sadar dengan LSM NASDEM saja tidak cukup untuk ikut berperan berkonstribusi dalam memabangun bangsa, oleh karena itu ia mendorong sekelompok orang muda membangun PARTAI NASDEM, yang juga dimotori sebagai Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem oleh Hary Tanoesoedibjo.
Tentu saja tidak semua teman sejawatnya mendukung pendirian partai temasuk Sultan Hamengku Bowono X, namun ia tetap melangkah untuk membesarkan partai sebagai wadah untuk melakukan perubahan radikal dalam pola pikir agar para kader dapat menjalan fungsinya dalam pembelajaran demokrasi, politik dan kekuasaan.
Sejalan dengan pikiran diatas pengelola partai tidak dibebankan mencari dana untuk mengelola organisasi partai, tapi menekankan untuk menciptakan lapangan kerja dengan dukungan sumber pembiayaan dari LSM NASDEM untuk melaksanakan pemikiran yang terkait dalam upaya membangun keseimbangan kepentingan.
Disinilah menunjukkan perbedaan dengan partai lainnya, dimana partai dijadikan alat merebut kekuasaan dengan tujuan memupuk kekayaan demi kepentingan individu dan kelompok, sehingga tidak heran fakta dalam kehidupan dimana KKN begitu subur, sehingga pengawasan melekat tidak berjalan karena peran kepemimpinan mempunyai kepentingan didalamnya.
Dengan demikian partai pasca pemilu 2009 tidak dapat diharapkan menerapkan sistem keterbukaan, sehingga KKN akan terus hidup secara berkelanjutan dan tidak ada pembelajaran tentang demokrasi, politik dan kekuasaan.
Oleh karena itu, partai berusaha mendorong agar warga dari anggotanya tidak mungkin dapat menerima perubahan seperti apa yang diharapkan dalam menuntaskan kemiskinan sehingga agar mereka siap untuk menerima perubahan pola pikir tidak mungkin menjadi suatu kenyataan, mereka akan selalu menjadi kelompok masyarakat yang mendukung status quo demi kepentingan pribadinya dan kelompoknya
Dengan perjalanan waktu Partai Nasdem, harus bisa membuktikan dengan membangun sistem keterbukaan dalam usaha mewujudkan keinginan untuk melakukan perubahan sesuai dengan tuntutan perubahan itu sendiri.
Sejalan dengan pikiran diatas, maka untuk mempengaruhinya diperlukan sekelompok orang yang masih memliki peduli dalam kehidupan bangsa dan bernegara, maka sangat ditentukan oleh pemain peran yang memiliki keteladanan dalam kehidupan di tengah masyarakat.
Dalam posisi daur hidup bangsa dan negara pada “Masa Ketuaan Birokrasi Menuju Kehancuran”, berarti kita memiliki masalah-masalah yang tidak terpecahkan yang kita sebut rumit dan komplek dan oleh karena itu tidak mungkin diserahkan kepada penguasa saat ini untuk menyiapkan konsepsi pemikiran perubahan dalam rangka “Memulai hidup Baru”
3. KEPUTUSAN STRATEGIK DALAM SISTEM KETERBUKAAN
Keputusan strategik disini sebagai hasil pemikiran intuisi haruslah di pandang sebagai suatu konsep perubahan yang berkelanjutan yang harus kita perjuangkan untuk memecahkan posisi daur hidup “Masa Ketuaan Birokrasi Menuju Kehancuran”, oleh karena itu hanya dengan kesadaran yang mampu memberikan daya dorong kedalam daya kemauan yang kuat menjadi keinginan dengan niat kedalam “apa yang harus dilakukan dan mengapa, bagaimana melaksanakan perubahan yang berencana ?”
Jadi rangkaian pemikiran ini merupakan kebutuhan bagi calon pemilu 2014 yang memiliki niat untuk melakukan perubahan yang berkelanjutan yang dipimpin dengan kepemimpinan yang bertanggung jawab dalam usaha meretas kesenjangan kemiskinan dalam rangka merubah posisi bangsa saat ini. Apa yang dituangkan disini adalah hasil analisis strategis yang dituangkan apa yang kita sebut “Garis Besar Sistem Keterbukaan (GBSK)”
Dengan merumuskan GBSK dalam persfektif 5 tahun akan terjadi rencana yang berkesinambungan dengan maksud dan tujuan sebagai berikut :
- Sebagai pedoman untuk melaksanakan perubahan yang berencana
- Adanya kejelasan arah yang ditetapkan secara konsisten
- Pembelajaran demokrasi dan politik yang berkelanjutan
- Perubahan kekuasaan tidak merubah rencana sistem keterbukaan.
Landasan dari pemikiran intuitif ini bertolak atas daya kamuan yang kuat dengan keinginan berlandaskan niat untuk melakukan perubahan :
- Mewujudkan ketentuan dalam pembukaan UUD 1945
- Memperhatikan keseluruhan pasa-pasal dalam UUD 1945 tanpa melihat atas perubahannya
- Memberikan fokus pada pasal 33 dan 34
- Berpijak kepada budaya dan gaya kepemimpinan yang diharapkan
VISI Dalam GBSK :
„Citra Meletakkan landasan dalam sistem keterbukaan untuk membangun Bangsa dan Negara dalam kehidupan nasional dengan berlandaskan Budaya dengan nilai, norma, wewenang dan ganjar yang terpola untuk menuntun ke Arah kesiapan memasuki perubahan berencana dalam seluruh aspek kehidupan dengan Tujuan membangun keseimbangan kepentingan.“
Sebagai ukuran yang dipergunakan untuk mewujudkan mimpi Citra, Budaya, Arah dan Tujuan sebagai satu kesatuan yang dapat menuntun kedalam kejelasan, intensitas dan terintergrasi kedalam sikap dengan penjelasan sbb. :
Citra, meletakkan landasan yang kuat dalam sistem keterbukaan untuk membangun Bangsa dan Negara dalam kehidupan nasional agar memiliki daya kemauan yang kuat untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan.
Budaya, dengan nilai, norma, wewenang dan ganjar yang dirumuskan sebagai penuntun sikap dan perilaku dalam kehidupan berbangsa dan negara.
Arah, kesiapan memasuki perubahan berencana dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga dapat menuntun dalam kebersamaan bersikap dan berperilaku.
Tujuan, membangun keseimbangan kepentingan yang sejalan dengan kepentingan organisasi, pengelola dan warga bangsa.
Dengan kejelasan keempat unsur diatas sebagai peta perjalanan yang dapat menggambarkan persfektif kedalam wawasan dan imajinasi agar semua pihak-pihak yang berkepentingan memiliki komitmen dalam berbangsa dan bernegara untuk melakukan perubahan.
Oleh karena itu keputusan strategik berupa Visi diatas, menjadi landasan mimpi kebersamaan pandangan agar setiap peran sikap mampu menjadi peta perjalan sebagai landasan kekuatan dalam kebiasaan berpikir.
MISI Dalam GBSK
Bertitik tolak dari pernyataan VISI dalam GBSK sebagai peta perjalanan, maka diperlukan suatu rumusan yang terkait dengan suatu sarana yang dapat dipergunakan dengan rumusan pernyataan MISI dalam GBSK sbb.:
„Mendayagunakan kebiasaan berpikir ketaatan dan berpkir positif untuk Memperhatikan dalam menggerakkan orang lain dengan Membimbing kebersamaan pandangan kedalam komitmen untuk memanfaatkan otak dan hati kedalam Analisis Strategik dengan sikap proaktif dalam usaha-usaha merebut peluang dan menghindari ancaman yang sejalan dengan keinginan untuk menjadi EkSpresif dalam melaksanakan kesiapan memasuki perubahan kedalam sistem keterbukaan.“
Dengan pernyataan MISI tersebut yang menggambarkan sarana untuk mengadakan perjalanan atau denga kata lain, mengungkapkan bagaimana peran-peran perubahan melakukannya. Oleh karena itu, perilaku setiap pemain peran haruslah menunjukkan tingkat kedewasaan rohaniah, sosial, emosional dan intelektual yang mampu mendayagunakan kebiasaan berpikir kedalam fungsi MEMPERHATIKAN, MEMBIMBING, ANALISIS STRATEGIS dan EKSPRESIF dapat menjadi daya dorong keinginan kedalam kejelasan, intensitas dan kesatuan kedalam pelaksanaan yang dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut :
MEMPERHATIKAN dalam berbangsa dan bernegara, menunjukkan misi tersebut berkaitan dengan menggerakkan orang lain siap menghadapi tuntutan perubahan sesuai dengan tantangan kebutuhan.
MEMBIMBING, dalam berbangsa dan bernegara menunjukkan misi tersebut berkaitan dengan kebersamaan pandangan kedalam komitmen yang harus tumbuh dan berkembang bukan sesuatu yang dipaksakan dari luar melainkan datang dari dalam diri sendiri sehingga yang bersangkutan mampu berpikir secara metodis.
ANALISIS STRATEGIS, dalam berbangsa dan bernegara menunjukkan misi tersebut dengan sikap proaktif dalam usaha-usaha merebut peluang dan menghindari ancaman melalui pemanfaatan berpikir metodis dengan otak dan hati dalam kesiapan menghadapi perubahan lingkungan.
EKSPRESIF, dalam berbangsa dan bernegara menunjukkan misi tersebut
dalam melaksanakan kesiapan memasuki perubahan kedalam sistem keterbukaan dengan memanfaatkan teknologi dan informasi.
Dengan memperhatikan keempat unsur tersebut diatas, diharapkan dapat menuntun dalam berperilaku agar setiap orang memiliki komitmen yang datang dari dalam dirinya untuk siap berkonstribusi dalam melaksanakan perubahan dalam sistem keterbukaan.
Sejalan dengan visi dalam bersikap dan misi dalam berperilaku yang mampu memberikan daya dorong kedalam daya kemauan yang kuat agar kekuatan keinginan menjadi karekter setiap manusia yang berlandaskan niat untuk melakukan perubahan pola pikir yang sejalan dengan kebiasaan akhlak yang ditopang oleh berpikir ketaatan dan berpikir positif menjadi penuntun agar arah yang dituju sebagai peta perjalanan dan sarana yang disiapkan sejalan dengan tuntutan kebutuhan atas perubahan dalam keterbukaan, maka diperlukan rumusan tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
TUJUAN – TUJUAN Dalam GBSK
Bertolak dari kekuatan pernyataan VISI dalam bersikap dan MISI dalam berperilaku maka perubahan berencana yang secara kualitatif dituangkan kedalam tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam 5 tahun kedepan sebagai kesiapan untuk mengungkit daya ingat dalam berkomitmen diri sendiri agar setiap manusia dalam organisasi memberikan konstribusisinya dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai sebagai berikut ;
- Kesiapan setiap manusia untuk menerima perubahan pola pikir yang sejalan dengan tuntutan perubahan yang diinginkan dalam sistem keterbukaan.
- Kesiapan setiap manusia memainkan peran dalam memberikan konstribusi dalam mewujudkan sistem keterbukaan.
- Kesiapan setiap manusia menerima prinsip-prinsip dalam sistem keterbukaan sebagai kesatuan yang saling mengikat.
- Kesiapan setiap manusia untuk selalu terlibat dalam „membaca, menterjemahkan ,meneliti,, mengkaji, menghayati, memahami, mengamalkan“ makna keseimbangan kepentingan.
- Kesiapan setiap manusia untuk mendewasakan pemikiran strategik dalam demokrasi, politik dan kekuasaan.
- Kesiapan setiap manusia untuk terlibat secara langsung memerangi kekuatan KKN
BUDAYA Dalam GBSK
Budaya dalam GBSK, merupakan kunci untuk mewujudkan kerjasama membuat impian menjadi kenyataan dari Visi, Misi Dan Tujuan yang telah dirumuskan.
Suatu kenyataan bahwa pernyataan abstrak yang diungkapkan dalam Visi, Misi dan Tujuan hanya bisa diwujudkan dalam kenyataan pemikiran yang nyata (konkrit) oleh manusia dan oleh karena itulah Budaya menjadi sentral dalam konsep pemikiran untuk menggerakan terwujudnya kedalam SISTEM KETERBUKAAN.
Memahami suatu KONSEPSI BUDAYA dalam abad 21 yang telah kita lalui, dimana kekuatan perubahan masyarakat informasi menjadi suatu kekuatan masyarakat pengetahuan haruslah terpikirkan untuk meletakkan landasan yang kuat dalam Budaya Berbangsa dan Negara R.I. dan oleh karena itu maka „Konsepsi Budaya“ yang sangat menentukan daur hidup dalam bersikap dan berperilaku.
Sejalan dengan pemikiran diatas, maka pemikiran untuk merumuskan „BUDAYA Dalam GBSK“ sebagai wajah baru haruslah mampu dalam memberikan kekuatan sebagai konsepsi yang kita hayati dan pahami dalam kekuatan ingatan yang mampu kita gerakkan untuk mendorong daya kemauan yang kuat dalam membangun keinginan yang sejalan untuk menyelaraskan kedalam kepentingan komunitas itu sendiri.
Oleh karena itu, konsepsi budaya dituangkan secara formal sehingga diperlukan keterliban semua warga komunitas itu sendiri untuk memahami dan mempelajari sebagai landasan dalam bersikap dan berperilaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konsepsi Budaya dilihat dari sudut anthropologi menekankan pada sistem gagasan atau idea, sedangkan dari sudut sosiologi menekankan pada sistem sosial, sejalan dengan pikiran tersebut, maka budaya bermakna :
- Sistem nilai dan keyakinan komunitas yang mewarnai perilaku warga dan kegiatannya.
- Cara atau kebiasaan kerja yang telah membudaya (tertanam) dalam satu komunitas.
- Suatu pola terpadu dari tingkah laku masyarakat dalam komunitas antara pemikiran, tindakan, pembicaraan, ritual / upacara dan benda-benda.
Untuk merumuskan suatu konsepsi sebagai pola pikir diperlukan satu pendekatan, yang dalam hal ini, dipergunakan dengan menguraikan huruf dari kata dan merumuskan kedalam kalimat yang bermakna.
Dengan pemikiran diatas maka kata BUDAYA diuraikan dari unsur huruf menjadi kata (B)erpikir ; (U)saha-usaha ; (D)aya cipta ; (A)manah ; (Y)akin ; (A)gama.
Bertitik tolak dari pemikiran diatas, maka rumusan BUDAYA sebagai konsepsi sebagai berikut :
„BUDAYA adalah kemampuan seseorang dalam (B)erpikir untuk dapat menggerakkan (U)saha-usaha dalam memanfaatkan kesadaran, kecerdasan dan akal untuk menciptakan (D)aya cipta dalam menjalankan (A)manah yang berlandaskan ke (Y)akinan dengan (A)gama yang dianutnya“
Dengan memperhatikan rumusan diatas, maka dalam upaya-upaya untuk memahami peran dan hubungannya dengan pemikiran yang terkait kedalam GBSK (garis besar sistem keterbukaan), maka yang termasuk unsur-unsur kedalam konsepsi budaya dari suatu komuninitas berbangsa dan bernegara mencakup apa-apa yang disebut dengan :
NILAI, dalam arti apa yang lebih penting atau kurang penting ; apa yang lebih baik atau kurang baik ; apa yang lebih benar atau yang kurang benar. Nilai budaya dapat berbentuk : disiplin murni ; kreatif individu ; inovasi organisasi ; mutu dan produktivitas ; kepuasan bersama ; profesional ; proaktif ; kerjasama dsb.
NORMA, dlam arti aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur penilaian. Atau dapat juga dikatakan sebagai aturan yang mengikat sebagai panduan, tatanan dan kendali tingkah laku individu dalam suatu komunitas. Seluruh peraturan yang diterbitkan harus dijiwai oleh nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai tuntunan dalam bersikap dan berperilaku.
WEWENANG, dalam arti kemampuan untuk mengambil keputusan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Wewenang adalah kekuasaan yang syah untuk melaksanakan peranan sesuai dengan jabatan untuk mewujudkan harapan-harapan . Jadi wewenang merupakan wahana untuk memasyrakatkan nilai-nilai- dan norma-norma dalam budaya berbangsa dan bernegara.
GANJAR, dalam arti imbalan yang diberikan secara wajar dan adil baik bersifat finansial maupun non finansial. Ata dengan kata lain ganjar adalah imbalan dalam bentuk penghargaan atas prestasi positif atau hukuman atas prestasi negatif.
Dengan demikian, membangun dan mewujudkan BUDAYA dalam GBSK, menjadi satu kekuatan untuk melaksanakan peran budaya berbangsa dan bernegara kedalam 45 butir nilai dalam P4 yang mencakup :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa (7 nilai) ;
2) Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab (10 nilai) ;
3) Persatuan Indonesia (7 nilai) ;
4) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan / Perwakilan ( 10 nilai) ;
5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (11 nilai).
STRATEGI Dalam GBSK
Untuk mewujudkan Visi, Misi, Tujuan sebagai pemikiran abstrak menjadi pemikiran konkrit yang dilakukan oleh manusia yang dituntun oleh Kekuatan Budaya yang dapat diterima oleh semua pihak, maka diperlukan pula STRATEGI yang menggambarkan rencana untuk mencapai apa-apa yang telah digariskan dalam keputusan strategik.
Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi yang jelas sehingga mampu memberikan rencana yang memperlihatkan kekuatan pikiran dalam usaha-usaha untuk mewujudkan Sistem Keterbukaan
Jadi STRATEGI Dalam GBSK mencakup pokok pikiran yang mampu menjadi kekuatan daya kemauan untuk dilaksanakan meliputi :
- Mengelola Budaya berbangsa dan Negara berdasarkan GBSK
- Mengelola Struktur organisasi negara berdasarkan GBSK
- Mengelola peran Kepemimpinan berdasarkan GBSK
- Mengelola peran SDM berdasarkan GBSK
Untuk mewujudkan strategi dalam pelaksanaan, maka dirumuskan lebih lanjut kedalam kebijaksanaan sebagai rincian kegiatan, oleh karena itu pusat perhatian dalam pendekatan sistem ditempatkan sebagai kunci pemecahan masalah sehingga begitu penting semenjak kemerdekaan tidak terpikirkan untuk membuat undang-undang tentang berbudaya, berbangsa dan bernegara, walaupun kita menyetujui 45 butir nilai sebagai rincian dari lima sila dalam pancasila.
Dengan adanya undang-undang yang menjadi perekat dan menumbuhkan kekuatan dalam mengelola peran organisasi, peran kemimpinan dan sumber daya manusia, maka akan terwujud satu kekuatan baru dalam pola sikap dan pola perilaku dalam mewujudkan keseimbangan kepentingan organisasi, individu dan kelompok.
Sejalan dengan keinginan membangun bangsa dan negara dalam usaha-usaha mewujudkan impian cita-cita seperti yang termuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar R.I. tahun 1945, diperlukan ide / gagasan untuk melakukan perubahan pola pikir yang bersifat radikal.
4. KEBIJAKSANAAN BUDAYA BERBANGSA DAN BERNEGARA
Melaksanakan strategi tersebut menjadi kekuatan dalam kebiasaan pikiran untuk memberikan arah kedalam rumusan-rmusan yang dituangkan menjadi kebijaksanaan dan program yang menggambarkan tindakan-tindakan.
Yang menjadi persoalan adakah daya kemauan untuk menuangkan keinginan tersebut kedalam ketentuan Undang-Undang, dengan peraturan pelaksanan kedalam peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri, keputusan gubenur, dan seterusnya sejalan dengan tuntutan perubahan dari masyarakat industri ke masyarakat informasi ke masyarakat pengetahuan yang sedang bergerak dalam abad 21 ini dengan perubahan yang begitu cepat dan komplek.
Langkah petama adalah merumuskan landasan yang kuat yang menyangkut dengan „Budaya Berbangsa Dan Negara“ sebagai inti dari keinginan untuk melakukan perubahan secara berencana kedalam rumusan garis-garis besar sistem keterbukaan.
Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk menuangkan pelaksanaan 45 butir nilai dalam P4, kedalam norma, wewenang dan ganjar sebagai tuntunan dalam bersikap dan berperilaku dalam sistem keterbukaan sebagai landasan untuk mengelola struktur organisasi, peran kepemimpinan dan peran sdm.
Sejalan dengan pemikiran agar kebijakan tersebut dapat dipergunakan sebagai landasan dalam sistem keterbukaan seperti yang telah kami ungkapkan diatas, dapat dibaca kembali konsep pemikiran yang telah kami tuangkan dalam tulisan buku II (Reformasi Menuntaskan Kemiskinan Dalam Persfektif 2025)
Sebenarnya bukanlah pemikiran sesuatu hal yang baru, sudah sejak lama hal-hal tersebut ditulis seperti yang terungkap dalam buku-buku :
- Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan oleh Koentjaraningrat (1974).
- Pembangunan dan Kebebasan oleh Soedjatmako (1980)
- Transformasi Budaya Untuk Masa depan oleh Mochtar lubis (1985)
- Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban) oleh Mochtar Lubis (1986)
Walaupun begitu banyak tulisan yang ingin mendorong perubahan, namun tidak mempunyai arti bagi peran penguasa yang terus menginginkan KKN sehingga situasi diciptakan menjadi dalam posisi status quo.
Jadi kuncinya terletak pada daya kemauan yang kuat untuk terlibat melakukan perubahan yang berencana dengan langkah awal dengan mendorong lahirnya ketentuan secara formal mengenai budaya berbangsa dan bernegara sebagai landasan untuk membangun Sistem Keterbukaan.
Dengan pikiran yang dituntun oleh kekuatan jiwa yang bersih untuk memberikan cahaya kedalam amalan hati yang didorong oleh pemahaman yang mendalam atas “kepercayaan dan keyakinan” dengan dorongan kesadaran yang di topang oleh pikiran “ketaatan dan positif, maka kita harus percaya masih ada kaum yang berani untuk menentang kelompok “status quo” yang tidak ingin adanya perubahan.
Oleh karena itu, diperlukan kebersamaan pandangan untuk mewujudkan adanya Undang-undang yang mengatur tentang “Budaya Berbangsa dan Negara” sebagai suau kebijakan baru yang selama ini kita tidak memiliki sebagai pedoman dalam tindakan hidup yang mencakup kebiasaan untuk mencapai ; menjadi kebiasaan untuk menghubungkan ; kekuatan dalam kebiasaan untuk mengintergrasikan.
Dengan memperhatikan tiga kebiasaan hidup diatas, maka menjadi suatu kekuatan dalam pikiran untuk melangkah ke hal yang terpenting dalam hidup ini adalah memutuskan apa yang paling penting.
Sejalan dengan pikiran diatas sudah waktunya kita membuat keputusan untuk melakukan perubahan kedalam kebiasaan pikiran yang mampu melihat status quo tidak dapat diterima dan menolak dibuatnya Undang-undang tentang berbudaya berbangsa dan bernegara.
Jadi dengan adanya Undang-undang tentang Budaya berbangsa dan bernegara berarti memberikan landasan untuk mengelola organisasi, peran kepemimpinan dan peran sumber daya manusia kedalam sistem keterbukaan dalam membangun bangsa dan negara.
5. KEBIJAKSANAAN DALAM MENGELOLA ORGANSASI YANG TERBUKA
Membangun organisasi yang produktif memberikan gambaran bahwa organisasi tidak membuat mengelola berdasarkan budaya berfungsi. Manusialah yang membuatnya berfungsi, oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan yang kita sebut dengan “Sistem Keterbukaan”
Kita membayangkan peran penguasa puncak yang marak dibicarakan oleh masyarakat belakangan ini sesungguhnya hanyalah yang menyuburkan KKN kerah putih yang patut dihukum tapi kenyataannya menjadi pendorong yang tidak ingin perubahan. Walaupun mereka mencapai posisi puncak dalam peran penguasa, tetapi gagal mengangkat derajat manusia karena tidak tahu cara bersikap dan berperilaku terbuka pada orang yang memilih mereka dan tidak membangun budaya yang didasari kepercayaan (beragama sesuai dengan yang dianutnya) dan keyakinan (iman) dalam organisasi yang mereka pimpin.
Oleh karena itu “Keterbukaan” adalah tantangan terbesar yang dihadapi organisasi formal dalam Republik Negara Indonesia saat ini dan akan terus berlangsung selama peran penguasa puncak tidak mau melakukan pendekatan kepemimpinan kolaboratif berbasiskan budaya, maka tidak heran peran penguasa puncak yang membayangkan keberhasilan itu akan menghilang secepat datangnya, atau suatu hari anda akan mulai menyadari bahwa anda sedang menghadapi penyelidikan karena tidak bekerja secara benar.
Keterbukaan adalah suatu cara mengelola organisasi yang penting sebagai suatu pendekatan dalam sistem, akan mendorong akan membantu berkembangnya budaya keterbukaan dan partisipasi semua pihak-pihak yang mempunyai kepentingan (stakeholders) dan oleh karena itu diperlukan seperangkat kebijaksanan yang dapat mendukung keberhasilan organisasi yang berbasisikan sistem keterbukaan kedalam prinsip-prinsip dalam iklim organisasi berbangsa dan bernegara.
Silahkan untuk membuka kembali apa yang telah kami tulis mengenai hal diatas sebagai konsep pemikiran dalam tulisan “Reformasi Menuntaskan Kemiskinan Dalam Perfektif 2025”
6. KEBIJAKSANAAN DALAM MENGELOLA PERAN KEPEMIMPINAN YANG TERBUKA
Kita menyadari bahwa setiap orang dapat mengembangkan kemampuan untuk memimpin tetapi yang kita butuhkan adalah manusia istimwa untuk dapat memimpin secara terbuka.
Kenyataan kita melihat contoh pemimpin yang setengah hati, tidak kompeten, atau bahkan pendusta yang berhasil mendaki tangga organisasi formal untuk mencapai kedudukan sebagai penguasa pimpinan puncak. Intinya setiap orang bisa menjadi pemimpin, tetapi dibutuhkan orang istimewa untuk menjadi pemimpin terbuka.
Yang menjadi pertanyaan kita adalah „pemimpin macam apakah anda ?“ ; Apakah anda berbuat lebih dari sepastasnya sebagai pemimpin yang berakhlak ?“
Oleh karena itu, peran pemimpin masa datang diperlukan keberanian untuk bersikap dan berperilaku secara terbuka, sehingga ia menemukan jati dirinya sendiri untuk melakukan kewajiban sebagai pemimpin yang terbuka, dengan begitu terbuka mata hatinya dengan kebiasaan berpikir ketaatan dan positif untuk secara terus menerus menanamkan integritas, harus mendengar, memiliki kemampuan memimpin dengan kepemimpinan
Dengan demikian Kepemimpinan yang terbuka tunduk dengan konsep pikiran yang disebut dengan 1) sampaikan makna KAYA dalam arti ungkapkan (k)ebenaran berlandaskan (a)gama dengan ke(y)akinan menjalankan (a)manah ; 2) berkeinginan belajar kegagalan dan atau keberhasilan orang lain ; 3) berkeinginan menjadi pembimbing ; 4) penguasaan dalam prinsip-prinsip yang mencakup kolaborasi, komitmen, komunikasi, kreativitas individu, kreativitas kelompok, inovasi organisasi, analisa masa depan, merespon antisipatif, proses keputusan.
Silahkan untuk membuka kembali apa yang telah kami tulis mengenai hal diatas sebagai konsep pemikiran dalam tulisan “Reformasi Menuntaskan Kemiskinan Dalam Perfektif 2025” yang terkait dengan kepemimpinan.
7. KEBIJAKSANAAN DALAM MENGELOLA PERAN MANUSIA TERBUKA
Saat ini betapa penting dirasakan mengelola peran manusia terbuka agar mereka selalu siap untuk berpartisipasi dalam mengikuti tuntutan perubahan dan oleh karena itu diperlukan kebiasaan-kebiasaan yang mampu menuntun membentuk sikap dan perilaku yang terpola.
Sejalan dengan keinginan membangun peran manusia terbuka diperlukan seperangkat pedoman dalam kerangka menumbuh kembangkan daya kemauan yang kuat untuk berubah.
Perubahan menjadi manusia terbuka menjadi satu kekuatan yang terpola berlandaskan prinsip-prinsip yang mencakup hal-hal yang berkaitan dengan : 1) pembinaan diri sendiri ; 2) pembinaan berkesinambungan ; 3) kejelasan tugas masa depan ; 4) tingkat kesiapan ; 5) internalisasi dan individuasi ; 6) sosialisasi ; 7) konsistensi dan koherensi ; 8) sebab akibat ; 9) integrasi ; 10) lingungan yang kondusif ; 11)komperehensip ; 12) obyektivitas ; 13) intervensi.
Sejalan dengan kekuatan daya kemauan yang kuat untuk membangun manusia terbuka, maka diperlukan landasan secara konseptual dalam pembinaan penghayatan nilai-nilai hidup, maka disitu terletak hal-hal yang terkait mengenai : 1) kebutuhan kemantapan dan keterpolaan perubahan sikap ; 2) karekteristik anak didik ; 3) karekteristik pengaruh lingkungan sosial yang kondusif ; 4) karekteristik pengaruh pembina ; 5) emosi dan indikasinya dalam memplajari nilai hidup.
Bertolak dari pemikiran diatas, maka bayangan untuk mewujudkan manusia terbuka pancasila bukanlah sesuatu yang tidak mungkin mengantar manusia atas bayangan dengan ciri yang disebut dengan 1) hipokritis alias munafik ; 2) segan dan enggan bertanggungjawab atas perbuatannya dan atau pikirannya ; 3) jiwa feodalnya ; 4) percaya tkhyul ; 5) memiliki watak yang lemah.
Silahkan untuk membuka kembali apa yang telah kami tulis mengenai hal diatas sebagai konsep pemikiran dalam tulisan “Reformasi Menuntaskan Kemiskinan Dalam Perfektif 2025” yang terkait dengan peran manusia.
8. PENUTUP
Usaha-usaha memulai hidup baru berbasiskan sistem keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi manusia terbuka pancasila perlu dikobarkan sebagai suatu kebutuhan yang mendesak.
Oleh karena itu tumbuhnya bibit-bibit kesedihan dalam hidup kita, mengapa bangsa ini tidak mampu memecahkan kesenjangan dalam kemiskinan karena kekuatan pikiran yang bertolak dari kekuatan kesadaran inderawi yang mendorong mereka kedalam pikiran maksiat dan negatif, sangat sulit berubah menuju kedalam pikiran ketaatan dan positif.
Itulah kenyataan yang nyata saat ini yang diperlihatkan oleh pemain peran penguasa yang hidup dengan penuh topeng kepalsuan. Jadi wujud “Sistem keterbukaan” yang akan kita manfaatkan dalam usaha „Memulai Hidup Baru“ sangat ditentukan oleh Peran Kepemimpinan dan Peran Sumber Daya Manusia menemukan jati dirinya.
Semakin menjadi kebiasaan kita melepaskan diri dari berbuat maksiat, maka semakin menguat kebiasaan pikiran untuk keluar dari kesedihan pada diri kita, sehingga ingatlah apa-apa yang terungkap dalam :
Qs. 20 : 124” Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta “
Belajar dari ungkapan seperti yang termuat dalam surat dan ayat diatas, mengingatkan kepada kita bahwa siapa yang berpaling dari perintah Allah dan dari apa yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya berupa syariat dan hukum-hukum, berarti dia akan mendapatkan kehidupan yang keras dan sempit, meskipun diluarnya terlihat enak.
Kita dapat membayangkan pada mulanya pemain peran penguasa sebagai pelaku dosa merasakan nikmat saat berbuat maksiat, tapi kenikmatan itu hanya sebentar saja. Ketahuilah bahwa segalanya akan berubah dengan cepat seiring dengan berlakunya waktu. Bayangkan bahwa dosa-dosa itu akan mencabik-cabik dirinya, hati yang tidak bersinar, membuatnya selalu dalam keraguan dan membutakan pemikirannya.
Sejalan dengan pikiran diatas, renungkan makna ungkapan dalam :
QS. 6 : 44 “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.”
Dengan mendalami hal yang terungkap diatas dimana Allah menyerukan kepada hamba-hamba-Nya agar mereka segera berpaling dari-Nya. Karena dari sanalah terbit fajar baru harapan.
Ingatlah bahwa Allah Swt. Menegaskan bahwa kunci dimulainya kehidupan baru adalah saat kita bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat. Hanya orang-orang yang bertaubatlah yang akan mampu mngambil manfaat dari keadaan sekitarnya sambil menjaga ciri khas dirinya.
Demikianlah manusia, apabila ia dapat memulai hidup barunya dengan taubat yang ikhlas, niat yang lurus penuh suka cita dan ketundukan pada Allah Swt. Ia dapat banyak berbuat kebaikan dan prestasi yang sebelumnya tidak disadarinya.
Sejalan dengan pikiran tersebut diatas, ingatlah apa-apa yang terungkap dalam QS. 2 : 38 “Kami berfirman: “Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati“.
Menemukan jati diri sendiri, mudah diucapkan tapi sulit untuk diwujudkan oleh karena itu ingatlah bahwa hidup anda dibentuk oleh pikiran sendiri, sehingga semua keberhasilan, kekayaan dan kemajuan berlandaskan pada satu cetusan gagasan atau ide, cita-cita, impian tujuan atau harapan. Jadi intinya sesuatu yang tergambar jelas ingin dimiliki atau dilakukan.
Bertitik tolak dari pikiran diatas, maka memulai hidup baru berbasiskan sistem keterbukaan dalam kehidupan bangsa dan negara sebagai suatu pendekatan untuk melakukan perubahan, dapat kita membayangkan bahwa pikiran bagaikan tanaman. Kita harus memelihara , menyirami bahkan jika diperlukan kta harus memangkasnya.. Jiwa pikiran kita seperti ladang yang subur. Jika memasukkan benih pikiran sebagai sistem keterbukaan dalam alam sadar, baik benih negatif maupun positif maka memungkinkan pikiran dengan kuat menguasai diri untuk mempengaruhi alam bawah sadar, kemudian sikap mental dan perbuatan.
Dengan demikian, maka benih-benih postif akan berkembang biak dengan baik dan cepat bilamana disertai oleh emosi dan perasaan. Misalnya kata-kata positif yang diucapkan dapat menggetarkan dan menyenangkan perasaan, menumbuhkan sikap optimisme, dapat meyakinkan diri untuk tidak menyerah dan berhenti dalam mengejar harapan diri. Karena harus diingat bahwa segaa sesuatu harus dapat diperoleh dengan perjuangan berkeringat. Disertai ketekunan yang kuat dan semangat tahun uji yang tak mudah padam.
Begitu juga halnya memperjuangkan sistem keterbukaan dalam usaha untuk memulai hidup baru dalam rangka membangun bangsa dan negara, diperlukan kekuatan pikiran yang dapat menumbuhkan pikiran ketaatan dan positif, maka disitu terletak kekuatan untuk melepaskan diri pikiran negatif dan maksiat yang selalu akan mengganggu jalan pikiran bagi orang-orang yang menginginkan status quo yang tidak ingin adanya perubahan karena dalam pikirannya ingin tetap KKN tumbuh subur yang memberikan peluang untuk kepentingan kelompok dan dirinya.
Jadi dengan membangun kekuatan sistem keterbukaan memberikan daya tahan untuk tidak bersekutu dengan perasaan iri, sombong, serakah, benci, marah, rendah diri yang kesemuanya menjadi racun jiwa yang mendorong kepada pikiran yang bersekutu dengan sikap status quo. Oleh karena itu dengan membangun sistem keterbukaan, sekuat hati mencoba menggantikannya dengan perasaan-perasaan kasih, cinta, santun, sabar, rendah hati, optimis, jujur, menempati janji dan sebagainya. Jika pikiran kita sudah jelas dan memiliki nilai yang tegas, dengan sendirinya ia akan mengusir pikiran-pikiran yang berlawanan dengannya, itu berarti dengan membangun berbasiskan sistem keterbukaan mendorong daya kemauan yang kuat untuk mendukung keinginan dalam berbangsa dan bernegara.
Lampiran Sistem Keterbukaan
Lampiran Model Kepemimpinan
Lampiran Model Organisasi Terbuka Berbasis Pengetahuan
Lampiran Rancangan Undang-Undang Berbudaya, Berbangsa Dan Bernegara
LAMPIRAN RANCANGAN
UNDANG – UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ……… TAHUN …………
TENTANG
BUDAYA BERBANGSA DAN BERNEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
- bahwa untuk memelihara kesinambngan pelaksanaan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, pelaksanaan pembangunan dalam seluruh aspek kehidupan diarahkan kepada terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang berakhlak mulia ;
- bahwa guna mendukung terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang berakhlak mulia sebagaimana tersebut di atas dan sejalan dengan tantangan perubahan yang begitu cepat, rumit dan komplek, maka kebijakan harus dititik beratkan pada upaya penataan budaya untuk memelihara kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara ;
- bahwa untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan budaya yang produktif (efisien, efektif dan bermutu) diperlukan sistem yang sehat, terbuka, terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan yang didukung oleh sistem pembelajaran dan pengaturan serta kontrol yang memenuhi prinsip- prinsip transformasi budaya untuk masa depan ;
- bahwa untuk menjamin keberhasilan tujuan memelihara perubahan kedalam suatu sistem diperlukan konsistensi, berkelanjutan dan komitmen.
Mengingat :
- Indonesia yang sering dikemukakan kini adalah manusia Pancasila. Yaitu manusia Indonesia ( menurut ahli-ahli pemikirnya) yang menghayati dan membuat dasar dan pedoman hidupnya dasar tingkah laku dan budi pekertinya berdasarkan pada lima sila Pancasila ; Ketuhanan, Kemanusiaan, Keadilan Sosial, Kerakyatan, Persatuan nasional.
- pasal 32, sebelum perubahan : Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
- Pasaa32, setelah perubahan : ayat (1) Negara memajukan kebudayaan nsional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan budaya nasional.
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG
TENTANG BUDAYA BERBANGSA DAN BERNEGARA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. BUDAYA adalah kemampuan seseorang dalam (B)erpikir untuk dapat menggerakkkan (U)saha-usaha dalam memanfaatkan kesadaran, kecerdasan dan akal untuk menciptakan (D)ayacipta dalam menjalankan (A)manah yang berlandaskan ke (Y)akinan dengan (A)gama yang dianutnya.
2. BERBANGSA adalak manusia yang (B)erjiwa dengan landasan (E)tika, ke-(R)ukunan, (B)erbudi, ber-(A)qlak mulia dalam menjalankan hati (N)urani sebagai suatu (G)erakan dalam mewujudkan makna (S)osial dan (A)dil.
3. BERNEGARA adalah keinginan yang berlandaskan niat untuk (B)ersatu secara (E)mosional dan (R)asional dalam membangun rasa (N)asionalisme secara (E)klektis kedalam sikap dan perilaku (A)ntar yang berbeda (R)as dan (A)gama.
4. BUDAYA BERBANGSA DAN BERNEGARA adalah wujud sikap dan perilaku sebagai Manusia Indonesia Seutuhnya dalam kemampuan memanfaatkan kesadaran, kecerdasan dan akal kedalam usaha mengaktualisasikan makna Budaya Berbangsa Bernegara Indonesia sebagai pedoman yang harus dianut selaku warga Negara.
5. NILAI, dalam arti apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih atau kurang baik dan apa yang lebih benar atau yang kurang benar. Nilai budaya dapat berbentuk : Disiplin murni (taat bekerja dengan penuh kesadaran) ; Kreatif individu / kelompok ; Inovasi organisasi ; Mengutamakan mutu dan produktivitas ; Kepuasan bersama ; Profesional (mengerti apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya) ; Proaktif (tanggap dan tidak menunggu perintah) ; Jiwa pelayanan ikhlas, ramah tamah ; Kerjasama ; Adaptif ; Tabah (tinah kenal putus asa) ; Menghargai waktu ; dsb.
6. NORMA, dalam arti aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur penilaian. Atau dapat juga dikatakan norma adalah aturan yang mengikat sebagai panduan, tatanan dan kendali tingkah laku individu dalam organisasi berbangsa dan bernegara Indonesa Seluruh peraturan yang diterbitkan harus dijiwai oleh nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai tuntunan dalam bersikap dan berperilak.
7. WEWENANG, dalam arti kemampuan untuk mengambil keputusan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Wewenang adalah kekuasaan yang syah untuk melaksanakan peranan sesuai dengan jabatan untuk mewujudkan harapan-harapan selaras dengan B3I. Wewenang merupakan wahana untuk memasyarakatkan nilai-nilai dan norma-norma dalam B3I.
8. GANJAR, dalam arti imbalan yang diberikan secara wajar dan adil baik bersifat finansial maupun non finansial. Atau dengan kata lain ganjar adalah imbalan dalam bentuk penghargaan atas prestasi positip atau hukuman atas prestasi negatif. Sistim pemberian ganjar mndorong terwujudnya B3I dan tercapainya sasaran organisasi dalam bernegara sebagai manusia yang seutuhnya.
9. DEMOKRASI adalah suatu konsep yang dapat memberikan daya dorong untuk berpikir lebih (D)ewasa dalam setiap situasi dengen menggerakkan kecerdasan (E)mosional dalam berpikir agar secara sadar dapat dengan cepat (M)emahami makna dalam kebebasan berkehendak bagi setiap (O)rang yang berada dalam suatu komunitas agar ada kesiapan melaksanakan (K)erjasama dalam wujud yang lebih baik secara (R)asional dalam suatu proses keputusan melalui (A)kal dengan suatu pendekatan berpikir kedalam (S)istem dalam rangka mewjudkan (I)ntegritas sebagai nilai yang dapat dipahami bersama.
10. POLITIK adalah suatu konsepsi yang menggambarkan peran politikus sebagai (P)embela kepentingan (O)rang untuk memberikan (L)indungan yang sejalan dengan tugas dan tanggung jawab agar tidak (I)ngkar dalam ucapan dan perbuatan sebagai (T)anggung jawab moral agar (I)ngat atas suatu (K)arunia yang diamanahkan sebagai seorang politikus.
11. KEKUASAAN adalah suatu paham yang dapat menggugah jiwa manusia dalam usaha (K)elola sebagai (E)ksper untuk melakukan (K)olabrasi dalam rangka pemberdayaan peran (U)mmat untuk menjalankan (A)manah dengan sikap dan perilaku tidak (S)ombong dan (A)ngkuh serta (A)zab yang datang bila keinginan yang tidak berdasarkan (N)iat untuk melaksanakan tanggung jawab, wewenang, standar yang terbaik, pelatihan dan pengembangan, pengetahuan dan informasi, umpan balik, pengakuan, kepercayaan, kegagalan, harapan sebagai suatu ukuran keberhasilan
12. ORGANISASI FORMAL adalah orgaisasi yang mempunyai struktur. Stuktur adalah bagan yang menggambaran hubungan-hubungan kerja, kekuasaan, wewenang, dan tanggungjawab antara pejabat dalam suatu organisasi.
13. KEPEMIMPINAN adalah (K)apabilitas dari (E)ksekutif untuk melaksanakan (P)emberdayaan (E)mosional sebagai daya dorong orang berpikir untuk (M)empengaruhi hubungan (I)nterpersonal dalam usaha untuk (M)emotivasi gaya (P)erilaku pada tingkat (I)ntensitas pada kemampuan (N)alar yang sejalan dengan (A)kal dan (N)aluri.
14. OTAK harus diterjemahkan huruf (O) menjadi ORANG sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah SWT, sebagai mahkluk yang paling mulia dan oleh karena itu huruf (T) menjadi TAWAKAL untuk menjalankan semua pe-rintah dan hukumnya aku taati, suruhnYa aku kerjakan, laranganNYa aku hentikan dengan segenap kerelaan dalam menjalankan sesuatu yang diterjemahkan dari huruf (A) menjadi AMANAH/ AMANAT untuk menunntun dalam menuntun dalam bersikap dan berperilaku yang selalu memancarkan dari huruf (K) menjadi KERJA kedalam wujud untuk mempersiapkan diri menuju perjalanan abadi.
15. KOMPETENSI adalah gambaran karekteristik individu yang menunjukkan kebutuhan atas (K)emampuan untuk memanfaatkan (O)rganisasi sebagai alat dalam mewujudkan (M)inat sebagai pendorong menggerakkkan kekuatan pikiran dalam (P)emahaman untuk mengaktualisasikan (E)mpati kedalam (T)antangan dalam menanggapi (E)mosi, (N)ilai, (S)ikap dan (I)ntergritas.
16. NALURI artinya fitrah dan oleh karena itu naluri adalah sesuatu yang tidak dipelajari dan sifatnya wajar yang dibawa manusia sejak lahir yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu tindakan tertentu.
17. EMOSI didefinisikan sebagai menerapkan “gerakan” baik secara metafora maupun harfiah untuk mengeluarkan perasaan. Jadi emosi merupakan daya dorong pikiran orang berpikir untuk mengetahui masa lalu, masa kini dan masa depan, oleh karena itu lahirlah penelitian-penelitian seperti:
18. BERPIKIR adalah aktualisasi otak sebagai sumber penggerak yang tidak terbatas dengan menggambarkan dan membayangkan sesuatu dalam pikiran. Setiap hari dalam kehidupan anda akan berpikir, sudah tentu bila anda menghadapi suatu masalah, maka anda akan berpikir dalam kategori yang bersungguh-sungguh berarti menjalankan pikiran, memperkembangkan alat berpikir agar mampu menghadapi persolan dan memecahkannya.
19. SIKAP adalah suatu isyarat yang anda pancarkan kepada orang lain, yang berarti juga cara anda melihat sesuatu secara mental dari dalam, dengan demikian memusatkan perhatian pada faktor-faktor positif dari lingkungan, maka akan mudah untuk tetap bersikap positif. Sebaliknya bilamana ada goncangan pada diri anda akan berdampak sikap anda menjadi negatif, dalam situasi demikian tantangannya adalah penyesuaian sikap untuk mengembalikan kepada yang positif.
20. PERILAKU adalah segala tindakan yang dilakukan oleh suatu organisme, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati (seperti pikiran dan perasaan), dengan kata lain perilaku adalah “gaya”. Jadi setiap manusia akan mengaktualisasikan diri kedalam tiga gaya perilaku yang disebut dengan asertif, nonasertif dan agresif.
Perilaku ASERTIF bersifat aktif, langsung dan jujur berarti perilaku ini mengkomunikasikan kesan respek kepada diri sendiri dan kepada orang lain, sehingga memandang keinginan, kebutuhan dan hak satu sama lain adalah sama. Jadi ada kemampuan untuk mempengaruhi, mendengarkan dan bernegosiasi sehingga orang lain bersedia untuk be-kerjasama dengan secara suka rela.
Perilaku NONASERTIF bersifat pasif dan tidak langsung. Merupakan kebalikan dari asertif karena ia membiarkan keinginan, kebutuhan dan hak orang lain menjadi lebih penting dari milik kita, ini berarti menciptakan situasi ”menang-kalah”.
Perilaku AGRESIF bersifat lebih komplek karena dapat aktif atau pasif, jujur atau tidak jujur, langsung atau tidak langsung, tetapi pada dasarnya mengkomunikasikan suatu kesan superioritas dan tidak adanya respek, jadi kita menempatkan keinginan, kebutuhan dan hak kita diatas orang lain.
21. KEPRIBADIAN, adalah suatu pengertian yang dimaksudkan disini yang menyangkut suatu kesan menyeluruh tentang diri seseorang, yang dilihat orang lain. Kesan itu merupakan bauran yang unik dari ciri-ciri fisik dan mental yang ada dalam diri seseorang.
22. SISTEM adalah suatu cara pemikiran yang bersifat interdisipliner, oleh karena itu ia kaya akan konsep dan praktek sehingga memberikan pendekatan yang hidup dalam memberikan jawaban dan pernyataan dalam menawarkan “persfektif kepada ketidakpastian “ (input – proses – output)
23. KERJA adalah suatu konsepsi luas yang menghubungkan seseorang dengan alat-alatnya dan orang-orang lain yang melakukan kegiatan serupa.
24. JABATAN atau KEDUDUKAN adalah merupakan suatu titik tertentu dalam suatu struktur organisasi yang menentukan kekuasaan orang yang memegangnya.
BAB II
DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2
Budaya Berbangsa dan Bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasala 3
Budaya Berbangsa dan Bernegara berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak beraqlak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka menemukan jati diri sendiri dalam kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan sikap, perilaku dan kepribadian sebagai warga negara Indonesia yang menghayati dan membuat dasar serta pedoman hidupnya berdasarkan pada lima sila Pancasila.
BAB III
PRINSIP-PRINSIP MANUSIA TERBUKA YANG TERPOLA
Pasal 4
Prinsip-prinsip manusia terbuka yang terpola mengambarkan hal-hal yang terkait dengan proses pembentukan sikap, perilaku, dan kepribadian dalam rangka meingkatkan kegunaannya kedalam nilai praktis saja yang dikemukakan. Pada dasarnya prinsip-prinsip tersebut adalah :
(1) bahwa pembelajaran adalah satu kegiatan yang mengutamakan proses pembelajaran diri sendiri ;
(2) bahwa proses pembelajaran diri sendiri harus terjadi secara terus menerus sebagai proses yang panjang ;
(3) bahwa proses itu tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan dalam pertumbuhan tetapi juga perkembangan setiap manusia terbuka yang terpola menyongsong hari depan masing-masing ;
(4) bahwa proses pembelajaran dalam pembinaan yang memberi daya dorong perkembang itu harus berpijak dari tingkat kesiapan mental dan fisik orang ;
(5) bahwa nilai-nilai hidup yang dipelajari memerlukan satu kesempatan untuk diterima dan diresapkan sebelum menjadi bagian intergral dari siap, perilaku dan kepribadian seseorang ;
(6) bahwa nilai-nilai hidup yang dipelajari haruslah betul-betul berkembang apabila telah dapat dikaitkan dalam konteks kehidupan bersama ;
(7) bahwa sikap, perilaku dan kepribadian ang menjadi ungkapan nilai-nilai hidup lebih mudah terpola apabila dipelajari secara konsisten dan koheren ;
(8) bahwa sikap, perilaku dan kepribadian terpola lebih mudah diperkuat apabila konskwensi sikap, perilaku dan kepribadianselalu nampak sebagai hubungan sebab akibat yang fungsional ;
(9) bahwa nilai-nilai hidup itu tidak cukup dipelajari sebagai ilmu dan pengetahuan semata-mata tetapi harus diintergrasikan dengan seluruh masalah kehidupan ;
(10) bahwa nilai-nilai hidup itu akan tumbuh dan berkembang subur hanya apabila di dukung oleh lingkungan yang serasi ;
(11) bahwa untuk menumbuhkan satu sikap perilaku dan kepribadian terpola yang berkembang dalam konteks nasional diperlukan pendekatan pembinaan yang bersifat menyeluruh ;
(12) bahwa untuk dapat dipahami dan dihayati dalam arti kata sebenarnya nilai-nilai hidup tidak dapat ditanam paksa secara dogmatik dan indoktriner, tetapi harus dipupuk dengan pemahaman obyektif agar sikap, perilaku dan kepribadian terpol yang diingini senantiasa memiliki daya suai yang sehat.
BAB IV
PERAN BUDAYA BERBANGSA DAN BERNEGARA
DALAM SISTEM KETERBUKAAN
Pasal 5
(1) Nilai-nilai dalam Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa
- Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan Agama dan Kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama anatara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Membina kerukunan hidup di antara sesame umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercaya dan diyakininya.
- Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keercayaan masing-masing.
- Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
(2) Norma dalam Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa
Berdasarkan nilai-nilai yang tercantum diatas akan menjadi bermakna dan setiap warga menerimanya, oleh karena itu nilai tersebut dirumuskan kedalam aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur penilaian. Atau dapat juga dikatakan norma adalah aturan yang mengikat sebagai panduan, tatanan dan kendali tingkah laku individu dalam organisasi berbangsa dan bernegara Indonesa Seluruh peraturan yang diterbitkan harus dijiwai oleh nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai tuntunan dalam bersikap dan berperilaku serta kepribadian.
(3) Wewenang dalam Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa
Sejalan dengan norma yang digariskan dalam arti kemampuan untuk mengambil keputusan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Wewenang adalah kekuasaan yang syah untuk melaksanakan peranan sesuai dengan jabatan untuk mewujudkan harapan-harapan selaras dengan Budaya berbangsa dan bernegara. Wewenang merupakan wahana untuk memasyarakatkan nilai-nilai dan norma-norma dalam setiap proses mengambil keputusan berbasiskan Budaya berbangsa dan bernegara.
(4) Ganjar dalam Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa
Mengandung arti imbalan yang diberikan secara wajar dan adil baik bersifat finansial maupun non finansial. Atau dengan kata lain ganjar adalah imbalan dalam bentuk penghargaan atas prestasi positip atau hukuman atas prestasi negatif. Sistim pemberian ganjar mndorong terwujudnya B3I dan tercapainya sasaran organisasi dalam bernegara sebagai manusia yang seutuhnya.
Pasal 6
(1) Nilai-nilai dalam Sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
- Mengakui memperlakukan manusia ssuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
- Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia , tanpa membeda-bedakan suku, keurunan, agama, kepercayaan , jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
- Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
- Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa selira.
- Mengembangkan sika tidak semena-mena terhadap orang lain.
- Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
- Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
- Berani membela kebenaran dan keadilan.
- Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh ummat manusia.
- Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjsama dengan bangsa lain.
(2) Norma dalam Sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Untuk menjadi nilai-nilai tersebut menjadi bermakna maka dirumuskan kedalam aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur penilaian. Atau dapat juga dikatakan norma adalah aturan yang mengikat sebagai panduan, tatanan dan kendali tingkah laku individu dalam organisasi berbangsa dan bernegara Indonesa Seluruh peraturan yang diterbitkan harus dijiwai oleh nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai tuntunan dalam bersikap dan berperilak.
(3) Wewenang dalam Sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab
Sejalan dengan norma yang telah digaris diperlukan proses membuat keputusan dalam arti kemampuan untuk mengambil keputusan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Wewenang adalah kekuasaan yang syah untuk melaksanakan peranan sesuai dengan jabatan untuk mewujudkan harapan-harapan selaras dengan Budaya berbangsan dan bernegara. Wewenang merupakan wahana untuk memasyarakatkan nilai-nilai dan norma-norma dalam Budaya berbangsa dan bernegara.
(4) Ganjar dalam Sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Mengandung arti imbalan yang diberikan secara wajar dan adil baik bersifat finansial maupun non finansial. Atau dengan kata lain ganjar adalah imbalan dalam bentuk penghargaan atas prestasi positip atau hukuman atas prestasi negatif. Sistim pemberian ganjar mndorong terwujudnya Budaya berbangsa dan bernegara dan tercapainya sasaran organisasi dalam bernegara sebagai manusia yang seutuhnya.
Pasal 7
(1) Nilai-nilai dalam Sila ketiga Persatuan Indonesia
Mampu menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara sebagai kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi atau golongan.
- Sanggub dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan bangsa apabila diperlukan.
- Mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa.
- Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
- Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian dan keadilan sosial.
- Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinika Tunggal Ika.
- Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
(2) Norma dalam Sila ketiga Persatuan Indonesia
Sejalan dengan nilai-nilai yang telah dirumuskan diatas, maka pelaksanaan diperlukan aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur penilaian. Atau dapat juga dikatakan norma adalah aturan yang mengikat sebagai panduan, tatanan dan kendali tingkah laku individu dalam organisasi berbangsa dan bernegara Indonesa Seluruh peraturan yang diterbitkan harus dijiwai oleh nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai tuntunan dalam bersikap dan berperilak.
(3) Wewenang dalam Sila ketiga Persatuan Indonesia
Untuk melaksanakan dalam arti kemampuan untuk mengambil keputusan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Wewenang adalah kekuasaan yang syah untuk melaksanakan peranan sesuai dengan jabatan untuk mewujudkan harapan-harapan selaras dengan Budaya berbangsa dan bernegara. Wewenang merupakan wahana untuk memasyarakatkan nilai-nilai dan norma-norma dalam Budaya berbangsa dan bernegara.
(4) Ganjar dalam Sila ketiga Persatuan Indonesia
Untuk menunjukkan keberhasilan dalam arti imbalan yang diberikan secara wajar dan adil baik bersifat finansial maupun non finansial. Atau dengan kata lain ganjar adalah imbalan dalam bentuk penghargaan atas prestasi positip atau hukuman atas prestasi negatif. Sistim pemberian ganjar mndorong terwujudnya Budaya berbangsa dan bernegara dan tercapainya sasaran organisasi dalam bernegara sebagai manusia yang seutuhnya.
Pasal 8
(1) Nilai-nilai dalam Sila keempat Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh
Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyarawatan / Perwakilan
- Sebagai warga Negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
- Tidak boleh memksakan kehendak kepada orng lain.
- Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
- Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
- Menghormati dan menjunjung tinggi keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
- Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
- Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
- Musyawarah dilakukan dengan akal yang sehat dan ssuai denganhati nurani yang luhur.
- Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan pesatuan dan kesatuan dem kepentingan bersama.
- Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan.
(2) Norma dalam Sila keempat Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh
Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyarawatan / Perwakilan
Agar nilai-nilai tersebut diatas dapat diwujudkan maka diperlukan adanya aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur penilaian. Atau dapat juga dikatakan norma adalah aturan yang mengikat sebagai panduan, tatanan dan kendali tingkah laku individu dalam organisasi berbangsa dan bernegara Indonesa Seluruh peraturan yang diterbitkan harus dijiwai oleh nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai tuntunan dalam bersikap dan berperilak.
(3) Wewenang dalam Sila keempat Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh
Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyarawatan / Perwakilan
Agar pelaksanaannya berhasil dibutuhkan kemampuan untuk mengambil keputusan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Wewenang adalah kekuasaan yang syah untuk melaksanakan peranan sesuai dengan jabatan untuk mewujudkan harapan-harapan selaras dengan Budaya berbangsa dan bernegara. Wewenang merupakan wahana untuk memasyarakatkan nilai-nilai dan norma-norma dalam Budaya berbangsa dan bernegara.
(4) Ganjar dalam Sila keempat Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh
Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyarawatan / Perwakilan
Keberhasilan dalam arti imbalan yang diberikan secara wajar dan adil baik bersifat finansial maupun non finansial. Atau dengan kata lain ganjar adalah imbalan dalam bentuk penghargaan atas prestasi positip atau hukuman atas prestasi negatif. Sistim pemberian ganjar mndorong terwujudnya Budaya berbangsa dan bernegara dan tercapainya sasaran organisasi dalam bernegara sebagai manusia yang seutuhnya.
Pasal 9
(1) Nilai-nilai dalam Sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia
- Mengembangkan Perbuatan yang luhur,, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongan-royongan.
- Mengembangkan sikap adil terhadap sesame.
- Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
- Menghormati hak orang lain.
- Suka memberikan pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
- Tidak menggunakan hak milik usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
- Tida menggunakan hak milk untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
- Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan atau merugikan kepentinga umum.
- Suka bekerja keras.
- Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemanusiaan da kesejahteraan bersama.
- Suka melakukan kegiatan dalam angka mewujudkan kemajan yang merata dan keadilan soisial.
(2) Norma dalam Sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia
Untuk mewujudkan nilai-nilai menjadi bermakna dibutuhkan aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur penilaian. Atau dapat juga dikatakan norma adalah aturan yang mengikat sebagai panduan, tatanan dan kendali tingkah laku individu dalam organisasi berbangsa dan bernegara Indonesa Seluruh peraturan yang diterbitkan harus dijiwai oleh nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai tuntunan dalam bersikap dan berperilak.
(3) Wewenang dalam Sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia
Keberhasilan untuk mewujudkan apa-apa yang telah digariskan membutuhkan kemampuan untuk mengambil keputusan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Wewenang adalah kekuasaan yang syah untuk melaksanakan peranan sesuai dengan jabatan untuk mewujudkan harapan-harapan selaras dengan Budaya berbangsa dan bernegara Wewenang merupakan wahana untuk memasyarakatkan nilai-nilai dan norma-norma dalam Budaya berbangsa dan bernegara
(4) Ganjar dalam Sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia
Keberhaslan dalam arti imbalan yang diberikan secara wajar dan adil baik bersifat finansial maupun non finansial. Atau dengan kata lain ganjar adalah imbalan dalam bentuk penghargaan atas prestasi positip atau hukuman atas prestasi negatif. Sistim pemberian ganjar mndorong terwujudnya Budaya berbangsa dan bernegara dan tercapainya sasaran organisasi dalam bernegara sebagai manusia yang seutuhnya.
Pasal 10
Ketentuan mengenai hak dan kewajiban yang dijalankan pemain peran dalam Lembaga Dewan Pertimbangan Agung, Kementerian Negara, Pemerintah Daerah, Dewan perwakilan Rakyat, Kehakiman, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Swasta, Lembaga Masyarakat, Warga Negara, sebagaimana dimaksudkan pasal 5, pasal 6, pasal 7, pasal 8, pasal 9 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
PERAN ORGANISASI FORMAL DALAM
SISTEM KETERBUKAAN
Pasal 11
Iklim organisasi berbangsa dan bernegara :
(1) Hubungan antar individu dan atau kelompok dalam organisasi yang berbasiskan Budaya berbangsa dan bernegara yang telah disepakati menjadi landasan bersikap dan berperilaku.
Dengan pemikiran tersebut diperlukan adanya iklim organisasi berbangsa dan bernegara yang kondunsif sehingga dapat memberikan daya dorong kedalam motivasi, prestasi dan kepuasan kerja.
(2) Wujud dari iklim organisasi berbangsa dan bernegara dapat ditunjukkan dengan adanya ciri-ciri sbb. :
- Kejelasan dengan tanggung jawab artinya seperti tiap individu merasa diberi tanggung jawab dalam menjalankan peran.
- Kejelasan sasaran kerja artinya setiap individu mengertia apa yang harus dikerjakan dan bagaimana melaksanakan serta kepada siapa ia harus melaporkannya.
- Kejelasan penilaian kerja artinya setiap individu memperoleh umpan balik dari apa yang dikerjakan sesuai dengan perannya.
- Adanya tantangan kerja bagi stiap individu dalam melaksanakan kerja.
- Adanya bimbingan kerja bagi setiap individu.
- Adanya keinginan untuk bekerja keras.
- Adanya penghargaan untuk individu yang berprestasi.
- Kejelasan karir di masa depan.
- Adanya pengakuan dari atasan dan teman sejawat.
- Adanya keluwesan dalam melaksanakan pekerjaan.
- Kejelasan dalam pengambilan resiko untuk setiap peran .
- Adanya keterbukaan artinya setiap individu merasa bahwa manajemen dan lingkungan kerja sifatnya terbuka.
- Adanya keakraban hubungan kerja secara harmonis.
- Adanya sikap toleran artinya kesadaran tiap individu mempertimbang saran yang diberikan.
- Adanya kepedulian artinya setiap individu peduli atas masalah yang timbul dan berusaha mencari jalan pemecahannya.
- Adanya rasa memiliki artinya setiap individu merasa terikat dalam organisasi berbangsa dan bernegra bukan diikat.
- Adanya kerja sama yang akrab dalam organisasi berbangsa dan bernegara berdasarkan kepemimpinan kolaboratif
- Adanya saling percaya mempercayai dalam melaksanakan pekerjaan yang terkoordinasi.
Pasal 12
Pembinaan Organisasi dan Proses Perubahan
(1) Mengelola organisasi dalam kerangka mendayagunakan kerja, jabatan, peran, pekerjaan, fungsi dan tugas kedalam organisasi berbasiskan “Sistem Keterbukaan” menjadi pembinaan organisasi dan proses perubahan merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan pengorganisasian yang fleksibel dan mudah dikontrol artinya disatu sisi mampu menyesuaikan diri pada setiap perubahan dan disisi lain setiap orang mempunyai komitmen untuk memberikan konstribusi dalam semua aspek kontrol (pengendalian dan pengawasan)
(2) Kelangsungan pembinaan organisasi dan proses perubahan dengan memahami membangun kedalam sistem keterbukaan, maka hal-hal yang disebut dibawah ini menjadi pusat perhatian dalam tindakan :
- Faktor-faktor yang mendorong akan pelaksanaannya.
- Pemahaman untuk dapat melaksanakan pembaharuan berencana dan berkesinambungan
- Langkah-langkah pembaharuan
- Pendekatan sistem dalam membangun organisasi pembelajaran
- Organisasi berbasis pengetahuan.
- Budaya organisasi berbasiskan kebiasaan yang efektif.
- Gaya kepemimpinan berbasiskan paradigma baru.
- Mengelola area kunci berbasiskan data dan fakta.
- Sistem informasi berbasiskan teknologi informasi.
- Operasi berbasiskan produktivitas.
(3) Dengan membangun organisasi berbasis „sistem keterbukaan“ diharapkan terbangun suatu organisasi yang fleksibel dan mudah dikontrol artinya organisasi sebagai alat dimana didalamnya terdapat sumber manusia yang selalu siap untuk berubah sesuai dengan perubahan itu sendiri, akan tetapi sangat ditentukan peran eksekutip yang memainkan peran sejalan dengan kepemimpinannya yang dapat memberikan kekuatan untuk menjadi pendorongnya daam melaksanakan pembaharuan sesuai dengan kebutuhan masa yang akan datang.
Pasal 13
Norma, Peranan dan Nilai dalam Organisasi
(1) Dalam suatu organisasi pada umumnya orang-orang yang berada di dalamnya sadar akan adanya norma atau aturan organisasi. Demikian pula mereka sadar akan tuntutan kepatuhan terhadap norma tersebut.
(2) Norma dapat bersifat eksplesit artinya merupakan suatu standar atau peraturan resmi yang dipatuhi oleh orang-orang dalam organisasi, oleh karena itu dibuat dengan sadar dan dengan sadar pula dipatuhi oleh orang-orang tersebut. Sebaliknya norma dafat bersifat implisit artinya merupakan norma atau peraturan yang diikuti secara tidak sadar oleh orang-orang dalam organisasi.
(3) Peranan itu sendiri merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang. Bagaimana seorang dalam peranan organisasi sangat ditentukan leh 1) karekteristik pribadinya ; 2) pengertiannya tentang apa yang diharapkan orang lai kepadanya ; 3) kemauannya untuk mentaati norma yang telah menetapkan pengharapan tadi.
(4) Dalam pembinaan organisasi, maka hal yang berkaitan dengan nilai menjadi penting karena akan menunjukkan sampai dimana ketaatan kita terhadap apa yang kita percayai mengenai pembinaan organisasi ini. Selain itu dari nilai tsebut dapat diketahui secara keseluruhan unsur-unsur budaya organisasi. Jadi yang berkaitan dengan nilai disini dapat berorientasi pada humanisme, menghargai pendapat dan konflik harus diangkat ke permukaan.
Pasal 14
Organisasi Sebagai Sistem Terbuka
(1) Suatu sistem tersebut keterbukaannya terhadap lingkungannya sangat bervariasi , tergantung pada tingkat interaksinya dengan lingkungannya. Sistem terbuka dalam oganisasi merupakan suatu perilaku yang berusaha mempertukarkan informasi dan sumber-sumbernya dengan lingkungannya
(2) Organisasi hidup dan dihidupkan oleh lingkungannya, oleh karena itu keterkaitannya dengan lingkungan yang mengelilingi kehidupannya tidak bisa dihindari begitu saja oleh setiap organisasi.
(3) Setiap organisasi kemanusiaan artinya suatu organisasi yang di dukung oleh manusia merupakan suatu sistem terbuka. Karena ketergantungannya secara absolut kepada lingkungannya, maka mau tidak mau organisasi harus terbuka.
(4) Organisasi sebagai sistem terbuka haruslah dibangun berbasiskan pengetahuan.
(5) Ketentuan mengenai peran organisasi formal dalam sistem keterbukaan
sebagaimana dimaksudkan pasal 11, pasala 12, pasal 13, pasala 14 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PERAN KEPEMIMPINAN DALAM SISTEM KETERBUKAAN
Pasal 15
Peran Pemimpin dan Kepemimpinan Yang Terbuka
(1) Setiap orang dapat mengembangkan kemampuan untuk memimpin tetapi dibutuhkan orang yang memainkan peran yang dibutuhkan orang istimewa untuk dapat memimpin secara terbuka dan memiliki kepribadian sebagai manusia yang berakhlaq.
(2) Pemimpin belum tentu memiliki peran kepemimpinan, sebaliknya peran kepemimpinan menjadi pemimpin masa depan memliki keterampilan, bakat kekuatan dan kemampuan yang mampu kedalam usaha mengintergrasikan otak atas (kiri dan kanan) yang sering digambarkan sebagai otak „intelektual“ dan otak bawah (disebut otak bawah sadar) yang digambarkan sebagai peran yang mengendalikan emosi, sikap dan insting seseorang.
Pasal 16
Kepemimpinan Masa Depan
(1) Kepmimpinan masa depan ditentukan oleh seberapa jauh sebagai pemimpin mampu menjabarkan hal-hal yang berkaitan kompleksitas dalam organisasi ; prubahan berkaitan dengan tatanan baru karena perubahan lingkungan ; globalisasi berkaitan dengan kehidupan dunia tanpa batas.
(2) Kepemimpinan masa depan harus bisa menterjemahkan paradigma baru yang disebut dengan keunggulan, inovatif dan antisipatif.
(3) Kepemimpinan masa depan harus memiliki kemampuan mengelola prinsip-prinsip kepemimpinan yang mencakup : 1) Kolaborasi ; 2) Komitmen ; 3) Komunikasi ; 4) Kreatif individu ; 5) Kreatif kelompok ;
6) Inovasi ; 7) Antisipasi ; 8) Merespon ; 9) Proses keputusan.
(4) Kepemimpinan masa depan mampu mengintergrasikan organisasi dan pengembangan manajemen dalam rangka usaha membentuk suau model kepemimpinan.
Pasal 17
Kepemimpinan Dan Budaya
(1) Budaya berbangsa dan bernegara akan menjadi perekat dalam sikap dan perilaku menjadi intraksi dalam organisasi.
(2) Dengan perekat budaya akan melahirkan komitmen bersama yang jauh melampaui dari sekedar minat pribadi.
(3) Kepemimpinan dalam mempengaruhi orang lain berdasarkan budaya berbangsa dan bernegara kedalam organisasi memperlihatkan ciri-ciri yang terkait dengan apa yang disebut 1) kebersamaan pemahaman yang sangat tinggi ; 2) adanya visi bersifat mengikat ; 3) sikap satu kelompok ; 4) kebanggaan dan semangat kerja serta rasa memiliki ; 5) adanya perilaku intergral pada tahap yang tinggi.
(5) Dalam menjalankan peran kepemmpinan, dalam kenyataannya dipengaruhi pula oleh kekuatan sikap dan perilaku yang bersangkutan dalam bentuk gaya kepemimpinannya.
(6) Pada umumnya gaya kepemimpinan terdapat kecenderungan disatu sisi disebut dengan autokratik (direktif) yang biasanya dikaitkan dengan penggunaan otoritas atas dasar posisi dan di sisi lain disebut dengan demokratik (suportif) dikaitkan dengan personalitas dan keikutsertaan pengikut atau bawahan dalam proses keptusan.
(7) Pengaruh budaya dalam kepemimpinan dapat pula melahirkan bentuk-bentuk dalam gaya kepemimpinan disatu sisi disebut dengan effektif dan disisi lain disebut dengan tidak efektif
Pasal 18
Gaya Kepemimpinan, Budaya dan Kinerja
(1) Gaya kepemimpinan yang dituntun budaya berbangsa dan bernegara akan sangat menentukan dari kinerja pemimpin.
(2) Kinerja dapat diartikan kemampuan seseorang untuk meraih prestasi yang terbaik. Prestasi yang terbaik ditentukan oleh pengukuran job performance.
(3) Penilaian atas prestasi kerja sangat tergantung pada kreteria-kreteria yang dalam hal ini baik kedalam bentuk standard yangobyektif (kuantitatif) maupun dalam bentuk pertimbangan subyektif (kualitatif).
(4) Ketentuan mengenai peran kepemimpinan dalam sistem keterbukaan sebagaimana dimaksud pasal 15, pasal 16, pasala 17, pasal 18 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PERAN MANUSIA DALAM SISTEM KETERBUKAAN
Pasal 19
Peran Manusia Dalam Keberhasilan Organisasi
(1) Sejalan dengan peran manusia sebagai penggerak yang dituntun oleh kepemimpinan yang berbudaya dan berbangsa, maka keberhasilan organisasi dalam mewujudkan tujuan jangka panjang dan sasaran jangka menengah dan pendek dibutuhkan kekuatan effektivitas manusia positip.
(2) Membangun effektivitas manusia positif berarti membangun konsep diri manusia yang berkelanjutan melalui suatu proses pemberdayaan pribadi manusia kedalam kekuatan-kekuatan pikiran kedalam apa yang kita sebut kredibilitas, kebiasaan dan proaktivitas.
Pasal 20
Manusia Dalam Kredibilitas, Kebiasaan Dan Proaktivitas
(1) Kredibilitas dalam demensi effektivitas manusia positif merupakan pondasi utama untuk membangun reputasi, oleh karena itu reputasi tersebut harus diperbaharui secara berkelanjutan karena ia menggambarkan jaminan dan keamanan manusia yang selalu bertanggung jawab dalam menjalankan peran.
(2) Kebiasaan dalam demensi effektivitas manusia positif merupakan usaha mendewasakan intelektual, emosional, sosial dan rohaniah untuk meningkatkan arti dalam hidup dan mengkomunikasikan kepada sesama individu dan dalam kelompok.
(3) Proaktivitas dalam dimensi effektivitas manusia positif merupakan kekuatan pikiran yang mampu memanfaatkan pikirannya dalam rangka menghindari masalah dan merebut peluang yang dapat diraihnya.
Pasal 21
Manusia Sebagai Pusat Keunggulan
(1) Manusia sebagai pusat keunggulan diperlukan peningkatan secara berkelanjutan kedalam profesionalisme, produktivitas dan kesejahteraan.
(2) Membangun manusia unggul harus memiliki kemampuan profesionalisme, proaktif, adaptif, inovatif, disiplin, dan intergritas dalam kesiapan sumber daya manusia menghadapi tantangan dari perubahan lingkungan.
(3) Manusia sebagai pusat keunggulan diperlukan langkah pemikiran dalam pengelolaannya secara lebih terfokuskan dan oleh karena itu diperlukan adanya rumusan kebijakan jangka panjang.
(4) Rumusan kebijakan jangka panjang dalam mewujudkan manusia unggul mencakup hal-hal yang berkaitan dengan 1) sistem imbal jasa dan penghargaan ; 2) rekrutasi, seleksi dan penempatan ; 3) pengembangan karier ; 4) penilaian kinerja.
Pasal 22
Sistem Imbal Jasa Dan Penghargaan
(1) Melaksanakan sistem imbal jasa dan penghargaan bertolak dengan mendalami prinsip-prinsip yang harus melandaskan pemikiran yang kita sebut dengan prinsip-prinsip : 1) Memusatkan pemikiran dalam rencana jangka panjang ; 2) Menjadikan pemikiran kedalam keputusan strategik ; 3) Meletakkan landasan pemikiran yang fleksibel dan mudah dikontrol ; 4) Meletakkan landasan yang terkait dengan kinerja dan prodktivitas ; 5) Meletakkan landasan yang dikaitkan dengan karier dan moilitas ; 6) Meletakkan landasan yang dikaitkan dengan kepentingan stakeholders.
(2) Harus ada kejelasan dalam pelaksanaan imbal jasa dan penghargaan kedalam pengelolaan pekerjaan yang terkait dengan rancangan, analisa evaluasi pekerjaan dan struktur grading serta program yang terkait dengan bentuk dan penyerahan penghargaan.
Pasal 23
Rekrutasi, Seleksi Dan Penempatan
(1) Prinsip-prinsip rekrutasi, seleksi dan penempatan haruslah dibangun berlandaskan dengan : 1) terbuka ; 2) menyesuaikan kompetensi dengan pekerjaan ; 3) proses pemilihan pekerjaan / jabatan dengan melibatkan peran manusia sebagai pekerja ; 4) harus terkait dalam sistem sumber daya manusia lainnya ; 5) rektrutasi, seleksi dan penempatan sesuai kebutuhan.
(2) Proses rekrutasi, seleksi dan penempatan harus memperhatikan input peran dalam organisasi meliputi kompetensi, minat, hasil assesment, pengenalan, pengalaman kerja, pengembangan karier termasuk pensiun dan atau pemberhentian.
(3) Dalam proses rekrutasi, seleksi dan penempatan juga harus memikirkan saling keterkaitannya dengan apa yang disebut 1) rencana pencapaian tujuan organisasi dalam rencana jangka panjang ; 2) kekuatan yang dapat mendorong pikiran dalam tanggung jawab sosial, tanggungjawab ribadi, keterlibatan pemain peran, manfaat dan keadilan.
Pasal 24
Pengembangan Karir
(1) Pengembangan karir adalah sesuatu hal yang sangat penting dalam pengelolaan sumber daya mansia sebagai pelaksana menjalankan manusia terbuka yang terkait dengan kompetensi, pelatihan dan pengembangan serta jenjang dan jalur karir
(2) Proses pengembangan karir yang prouktif (efisien, efektif, mutu) menghasilkan suatu lingkungan yang saling mempercayai, pmberdayaan dan berkomitmen.
(3) Pelaksanaan pengembangan karir memperhatikan unsur yang memiliki saling keterkaitan kedalam struktur organisasi, pekerjaan dan posisi yang ada serta pegawai sebagai individu terbuka.
Pasal 25
Pengelolaan Kinerja
(1) Keberhasilan organisasi ditentukan pula kemampuan mengelola kinerja dari hasil kerja individu dan hasil kerja kelompok ditentukan oleh prinsip-prinsip yang harus jelas dirumuskan yang terkait pemikiran atas : 1) rancangan pekerjaan dan struktur tim ; 2) kontrol pengelolaan kinerja ; 3) pengembangan kompetensi ; 4) seleksi rekrutasi dan penempatan ; 5) budaya dalam bersikap dan berperilaku ; 6) pemberdayaan individu dan kelompok ; 7) pemanfaatan teknologi sistem informasi.
(2) Harus ada kejelasan yang rinci hal-hal yang disebut dalam ayat 1) diatas agar keberhasilan pengelolaan kinerja sejalan dengan peran manusia dalam sistim keterbukaan.
(3) Ketentuan mengenai peran manusia dalam sistem keterbukaan sebagaimana dimaksud pasal 19, pasal 20, pasal 21, pasal 22, pasal 23, pasal 24, pasala 25, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 26
(1) Pengawasan dan pengendalian yang dijalankan pemain peran dalam Lembaga Dewan Pertimbangan Agung, Kementerian Negara, Pemerintah Daerah, Dewan perwakilan Rakyat, Kehakiman, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Swasta, Lembaga Masyarakat, Warga Negara, sesuai dengan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.
(2) Pengawasan dan pengendalian yang dimaksud pada ayat (1) dalam pasal ini harus dilaksanakan sejalan dengan sistem keterbukaan dalam komunikasi dan akuntabilitas publik, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
BAB IX
KETENTUAN DALAM MELANGGAR UNDANG-UNDANG INI
Pasal 27
(1) Pemain peran sebagai individu warga negara dan atau pemain peran sebagai individu dan kelompok yang terikat dalam suatu organisasi formal dimana mereka mengatasnamakan kebebasan berusaha melepaskan dirinya dari segala hukum dan aturan.
(2) Tentu manusia boleh hidup bebas, namun dia tetap harus menjaga dan tunduk kedalam ketentuan undang-undang ini yang sejalan dengan hak dan kewajibannya, oleh karena itu bila melanggar akan dikenakan ketentuan pidana dan sanksi administratif akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP
Pasal 28
(1) Ketentuan peralihan tidak berlaku apa yang disebut dalam Bab IX Ketentuan dalam melanggar dalam Undang-undang ini, dimana pada saat undang-undang ini diundangkan.
(2) Ketentuan penutup maka semua peraturan perundangan-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan undang-undang ini harus diselesai paling lambat satu tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang ini.
(3) Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal ……………………………….
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
…………………………………………………….
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal …………………………
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
………………………………………………….
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN …………… NOMOR ………………
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR …………………….
TENTANG
BUDAYA BERBANGSA DAN BERNEGARA
BAB I. KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Satu pendekatan dalam rangka menyamakan pola pikir agar terwujud kebersamaan dalam memandang masa depan dengan bertitik tolak yang menjadi landasan berpikir yang dituangkan dalam rumusan-rumusan / difinisi yang dipergunakan untuk menuangkan kedalam ide / gagasan pemikiran dalam menyusun undang-undang ini.
Dimaksudkan dengan batasan-batasan tersebut agar memberikan pusat perhatian yang lebi terfokus agar tidak menyimpang dalam konsep pikiran, sehingga 1) memberikan peluang untuk kita bertukar pikiran dalam menyatukan keputusan strategik yang mencakup visi, misi, tujuan, budaya, strategi dan kebijaksanaan dalam bersikap serta berperilaku ; 2) menyatukan kesamaan pandangan dalam merumuskan masalah ; 3) mengembangkan kebersamaan dalam komitmen untuk mewujudkan keseimbangan berbangsa da bernegara ; 4) merumskan pemikiran pemecahan untuk tumbuh dan berkembang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
BAB II. DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
BAB III PRINSIP-PRINSIP MANUSIA TERBUKA YANG
TERPOLA
Pasal 4
Cukup jelas
BAB IV PERAN BUDAYA BERBANGSA DAN BERNEGARA
DALAM SISTEM TERBUKAAN.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Untuk memperjelas apa-apa yang termuat dalam pasal 5 s/d 9, maka dperlukan kejelasan dalam pelaksanaan nilai, norma, weweang dan ganjar yang terkait dengan hak dan kewajiban pemain peran dalam organisasi formal dan individu sebagai warga negara.
BAB V PERAN ORGANISASI FORMAL DALAM
SISTEM TERBUKAAN
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas, apa-apa yang tertuang dalam pasal 11 s/d 14, agar dapat dilaksanakan diperlukan kejelasan dengan peraturan pelaksanaan.
BAB VI PERAN KEPEMIMPINAN DALAM SISTEM
KETERBUKAAN
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasala 18
Cukup jelas, dan untuk pelaksanaanya diatur lebih lanjut kedalam peraturan pelaksanaan
BAB VII PERAN MANUSIA DALAM SISTEM KETERBUKAAN
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup celas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas, dan untuk pelaksanaannya diatur lebih lanjut kedalam peraturan pelaksanaan.
BAB VIII PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 26
Cukup jelas, dan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan.
BAB IX KETENTUAN DALAM MELANGGAR UNDANG- UNDANG INI
Pasal 27
Cukup jelas, dan untuk pelaksanaannya diatur lebih lanjut kedalam peraturan pelaksanaan
BAB X KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP
Pasal 28
Cukup jelas